Tuesday 10 September 2013

Semua Berkatmu

Nikita tersenyum-senyum sendiri di depan cermin ketika melihat rambutnya dikuncir dua, dengan mengalungkan sebuah papan nama yang terbuat dari kardus dan berbentuk telepon dengan tulisan berisi nama, jurusan, nama ejekan. Dia juga mengalungkan sebuah tas yang terbuat dari karung beras dan tali raffia. Namun setelah tersadar dari lamunannya dia segera berlari keluar kamar untuk menemui sahabat cowonya, Anggara. Untuk berangkat ke universitas bersama. Nikita tertawa melihat Anggara karena sahabatnya mengenakan atribut lebih aneh daripada dia. Tapi tetap saja sahabatnya terlihat lebih dewasa dari biasanya dan memiliki lesung pipit yang amat dalam, yang membuat dia terlihat semakin manis.
“Apa siih, Nik? Liatnya gitu banget? Tambah ganteng kan gue?” tanya Anggara.
“Hah? Apa? Gasalah? Engga, ewh pede amat.” jawab Nikita. Padahal sesungguhnya dalam hati berdebar-debar.
“Alaaah…. Ngaku aja deh, aku tuh kenal kamu bukan baru kemarin ya tapi, udah dari 3tahun yang lalu.” kata Anggara kepedean.
“Bawel deh yaaa, udah ah nanti kita telat ospek bisa gawat” elak Nikita.
                                                            . . . . . .
            Mereka datang tepat waktu. Iya tepat banget sampe pas bel. Kemudian Nikita dengan sigap turun dari motor dan berlari ke kelas untuk menaruh tas. Dan tak berapa lama Anggara menyusul dan menaruh tasnya disebelah tas Nikita.
            “Gokil nyaris telat kita, Nik.” Kata Anggara
            “Iya tau, Gara. Udah deh mending kita ke lapangan udah pada baris tuh, mampus kita kalo ketauan masih disini.”ucap Nikita panik.
            Bersyukurlah mereka dewi fortuna kelihatannya berpihak pada mereka, sehingga mereka tidak ketahuan. Dan mereka dengan tertib mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku, karena mereka tahu jika mereka tidak mengikuti peraturan maka mereka harus berhadapan dengan kakak ospek.
            “Ini sebenarnya peraturan tidak tertulis tapi ini sudah menjadi peraturan turun temurun yang harus di patuhi kalau kalian tidak mau kena masalah. Coba tolong kasih tau kak Bara, biar mereka pada paham.” teriak Kak Tasya.
            “Oke, siap Ka Tasya, jadi sebenernya peraturan ini ga tertulis di buku peraturan tapi kita memang harus mematuhi peraturan ini jadi peraturannya itu anak Ilmu Komunikasi tidak boleh pacaran sama anak Teknik Sipil, alasannya kakak juga gatau tapi itu emang yang sudah diterapkan dari dulu. Jadi kalo ada yang coba-coba pacaran sama anak Teknik Sipil pasti bakalan beradapan sama alumni Ilmu Komunikasi dan alumni Teknik Sipil juga.” terang Kak Bara.
            Dan dengan diumumkannya peraturan ini ricuh lah anak-anak yang baru di ospek karena beberapa dari mereka pacarnya berbeda jurusan. Tapi peraturan tetaplah peraturan dan mereka tetap menjalaninya mau ga mau, suka ga suka. Walaupun dalam pikiran Nikita dimana ada peraturan pasti disana ada pelanggaran. Dan harapannya dia bisa mematahkan peraturan, dari pikiran dan harapan Nikita itulah Tuhan sudah merancang hal yang tentu masih misteri.
                                                                        . . . . . .
            Ketika melihat papan nama yang terpampang di mading, Nikita dan Anggara terkejut karena mereka tidak seregu di organisasi pecinta alam. Tentu saja Nikita panik karena sejak SMA mereka selalu sekelompok, itulah yang membuat mereka bersahabat sampai sekarang. Masalahnya lagi di regu Nikita ada Fino, anak teknik sipil semester 2 yang terkenal galak banget sama anak Ilmu Komunikasi. Dan yang lebih parah lagi di regunya hanya 1 anak yang sejurusan sama dia dan itupun dia gatau yang mana anaknya. Kalaupun dia minta mundur dari kelompok pecinta alam itu tidak mungkin karena mereka akan segera berangkat ke Gunung Salak dan lagipula dia juga gengsi. Jadilah dia berjalan sendirian ke tempat regunya berkumpul.
            “Hai kenalin nama aku Nikita Olivia dari jurusan Ilmu Komuikasi” ucap Nikita.
            “Oh anak Ilmu Komunikasi, Fino Aditya anak Teknik Sipil” ucap Fino jutek.
            Agak takut juga Nikita denger suara Fino yang jutek gitu. Tapi dia sembunyiin itu dengan senyuman. Hal itu yang membuat Fino kagum.
            “Hai Niki, aku Ali sejurusan sama Fino tapi tenang aku ga sejutek Fino kok, oiya itu Ail sejurusan juga sama aku dan Fino.”ucap Ail.
            “Hello, Nik. Aku Alifah anak jurusan Hubungan Internasional disini sama Cia dan Bagas.” kata Alifah.
            “Hai, Ta. Aku Rensyah dari jurusan Fakultas Ekonomi disini sama Aul.” Ucap Rensyah ramah.
            “Nikiiii, kita sejurusan loh. aku Aysha.” ucap Aysha sambil tersenyum.
            Perkenalan ini melegakan karena menurut Nikita yang benci sama dia hanya Fino seorang. Tapi siapa sangka dari benci menjadi cinta.
            Di perjalanan Nikita mulai merasa bosan karena memang dia anak yang sejujurnya gabisa diam. Nikita melihat ke sekelilingnya untuk mencari teman yang bisa diajak berbicara tapi, semuanya sudah memasang muka letih, kecapaian. Justru manusia satu-satunya yang paling segar bugar adalah Fino. Takjub juga Nikita, karena Fino membawa beban lebih berat daripada dirinya dan teman-temannya tetapi malah dia yang paling bersemangat, sepertinya dia sudah menyatu dengan keadaan sekitar, seperti sudah menyatu dengan alam. Dan yang agak di sesali dari penelitian mengamati Fino adalah dia harus mengakui Fino adalah lelaki tampan dan manis, badannya kekar, dan bila tersenyum dia memiliki lesung pipit yang dalam seperti Anggara, serta dia juga memiliki kumis tipis.
            Di lain pihak sebenernya Fino juga memperhatikan Niki, karena gadis itu terlihat menarik di matanya, dia mempunyai rambut yang lurus dan indah, tetapi ketika dia melepas gaya kuncirannya yang asal-asalan itu, rambutnya terlihat ikal walaupun Cuma sebentar. Badannya kecil dan ramping tetapi berisi, tidak seperti perempuan kebanyakan. Lalu mukanya yang imut tidak menunjukan dia sudah kuliah melainkan gadis yang baru memasuki SMA dan dia juga terlihat bersahabat. Sesekali Fino memergokinya sedang memperhatikan dirinya, walaupun dengan cerdik gadis itu menyembunyikannya dengan berpura-pura memperhatikan sekawanan burung atau keadaan sekitar. Fino mengakui semua yang ada diri Nikita menarik perhatiannya. Tetapi yang disayangkan gadis itu anak Ilmu Komunikasi, Fino segala konsekuensinya bila anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi berpacaran.
            Tetapi Tuhan tidak tidur dan tidak membiarkan Fino dan Nikita terus memperhatikan dari jauh lebih lama lagi. Tiba-tiba di perjalanan Cia sakit, segeralah Ali membopong Cia dan dengan senang hati Nikita menawarkan membawakan barang bawaan Cia
            “Ciaaa, biarin aku yang bawa barang bawaan kamu ya. Kasian kalo Ali soalnya dia udah gendong kamu.” ujar Nikita bersemangat.
            “Iya, Nik. Makasi ya.” ujar Cia lemas
            “Eeehh gaboleh Niki kamu cewe biarin kita aja yang bawa.”ucap Fino, Ail, Bagas, dan Rensyah berbarengan. 
            Jadilah Nikita cuma membawa kotak kesehatan, itupun dia terlihat kurang puas.Fino jadi heran kenapa itu perempuan malah ga seneng ngebawa barang dikit. Tapi itu juga yang membuat Nikita dapat nilai lebih di mata Fino karena, jarang banget cewe mau repot biasanya malah cewe yang ngerepotin. Beruntung mereka sudah dekat dengan pos peristirahatan. Jadi mereka bisa beristirahat dan merawat Cia.
            Fino dan Nikita mendapat tugas membuat makan makan malam dan tentu saja mereka harus mencuci beras terlebih dahulu di sungai. Tentu saja ini menggembirakan Fino karena mereka mendapat waktu berdua saja.
            “Eh.”panggil Fino.
             Nikita sebenarnya terkjut ketika disapa oleh Fino tapi segera menyembunyikan keterkejutannya “Apaya ah eh ah eh, punya nama kali.” jawab  Nikita.
            “Yeeeh songong ya.” balas Fino.
            “Oiya lupa lebih tua Fino ya, kalo gitu tolong dong om Fino bikini nasi.” canda Nikita.
            “Tua banget yaa, masa Fino jadi om om. Sini deh Fino yang cuci beras sama bikini nasi“ kata Fino.
            “Oiya aturan kakek Fino ya? Yaudah maafin Niki ya kakek Fino. Asik baik banget kakek Fino” canda Nikita.
            “Diem deh, mau nanya nih Fino.” kata Fino sok serius.
            “Nanya apa, Fin?” tanya Nikita serius.
            “Kok anak kuliah badannya setinggi Niki sih? Ini mah badan anak SMA.” Tanya Fino sambil tertawa.
            “Eh berani yaaa ngeledekin Niki, nanti kalo udah setinggi Fino bakalan nyesel deh ga ngledekin Niki lagi.“ ucap Niki
            “Hahaha mana bisa, dasar anak kecil. Nih bantuin bawain ke perkemahan kasian tau udah pada kelaperan, eh kita malah keasikan disini.” Ujar Fino
            “Oiya, bener juga. Tumben Fino pinter pasti tadi abis kepentok pohon.” ucap Niki sambil tertawa.
            “Iya aja deh sama anak SMA, nanti kalo ngomong engga nangis lagi.” kata Fino sambil ngerangkul Niki.
            Tentu saja ini membuat Niki berdebar tetapi dia diam saja. Dia akui dia senang juga dirangkul Fino.
            Di balik kejadian itu semua ada yang memperhatikan mereka berdua dengan hati perih dan hanya bisa memendam itu semua. Sama seperti dulu yang hanya bisa menjadi pengagum rahasia saja.
Sepanjang malam regu mereka bergantian menjaga Cia. Untungnya keesokan paginya Cia pulih dan tentu saja dia berterima kasih karena teman-teman seeregunya mau merawat dia semalaman.
                                                            . . . . . .
Tentu saja sejak kejadian semalam Fino dan Nikita sudah tidak lagi diam-diaman seperti dulu, mereka sekarang terlihat lebih sering bersama. Selama beberapa hari ini pasti dimana ada Fino disitu ada Nikita. Ali sebagai sahabat Fino dan Ail sebaga teman sejurusan 2semester tentu saja menyadari itu dan mereka ingin mengingatkan Fino.
“Fin, lagi deket sama Nikita ya?” tanya Ali.
“Hah? Engga kok masa iya aku dekett sama anak Ilmu Komunikasii.” jawab Fino
“Fin, kita kenal ga baru kenal kemaren loh, udah dari SMA. Tau kan peraturan anak Teknik Sipil sama anak Ilmu Komunikasi. Jurusan itu udah ga akur. Terus…”
“Iya tau kok. Gausah dijelasin juga udah paham.” potong Fino.
“Yaudah kalo kamu tau, Ali cuma ngingetin doang, Fin. Gausah potong perkataan dia. Kita yang tau sih gapapa tapi kalo beritanya nyebar terus ketauan sama anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi bahaya.” sembur Ail.
Tidak jauh darisitu berdiri Nikita mendengarkan semua pembicaraan. Dia tau kedekatannya akan membuahkan masalah. Dia tau dia egois karena ingin memili Fino seutuhnya. Apakah salah jika kedua orang yang saling jatuh cinta ingin bersama. Apa yang  bakalan terjadi seandainya mereka terus melanjutkan perasaannya. Coba kalau mereka yang berada di posisinya apa mereka mau meninggalkan orang yang di cintai hanya untuk permasalahan yang bukan masalahnya. Tapi dia gamau egois, dia gamau semua keadaan ini menyakiti Fino. Meskipun rasa sayangnya hanya untuk Fino.
                                                            . . . . . .
Setelah regu Fino telah sampai di puncak Gunung Salak dia ingin menyatakan perasaannya sama Nikita. Dia ga perduli kalau dia harus berhadapan sama semua angkatan Teknik Sipil maupun Ilmu Komunikasi. Ini perasaannya dia yang akan menjalani hubungan ini, mereka tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupannya di masa depan serta pendamping hidupnya.
“Alifa, kamu liat Nikita ga?” tanya Fino.
“Aku galiat Fin. Sorry.” jawab Alifah.
“Oke gapapa, Fa.” balas Fino.
“Asya, liat Nikita ga?” tanya Fino.
“Galiat, Fin. Emang kenapa?” kata Asya
“Gapapa. Nanya doang kok.” kata Fino.
“Rensyah, Bagas liat Nikita ga?” tanya Fino mulai panik.
“Engga lah, biasanya kan sama kamu.” jawab Bagas disertai anggukan Rensyah.
“Ga sama aku. Udah aku cari-cari kemana tapi ga ada nanya ke yang lain juga ga ada yang tau.” jawab Fino panik.
“Tenang-tenang mungkin dia di regu Anggara.” kata Rensyah menenangkan.
“Nah iya itu bisa jadi.” kata Rensyah juga ikut meyakinkan Fino.
“Yaudah kamu tengok sana ke regunya Anggara.” kata Rensyah.
“Ga mungkin. Regu mereka belom tiba.” ucap Ail secara tiba-tiba.
“Serius? Sumpah jangan bikin panik.” kata Fino pucat pasi.
“Serius. Yaudah ayo kita lapor ke kakak pembinanya .” kata Ail juga mulai panik.
Kemudian mereka pergi melapor ke kakak Pembina. Tentu saja mereka kena omelan karena dianggap lalai memperhatikan teman seregu. Tapi regu tim pencari segera dibuat. Ketika mereka sudah siap-siap pergi. Tiba-tiba saja Anggara datang dan memukul Fino.
“Apa-apaan nih.” bentak Fino
“Nikita itu ilang gara-gara kamu!!” bentak Anggara.
“Kok gara-gara aku?” bentak Fino lagi.
“Karena dia mendengar semua percakapan kamu, Ail dan Ali.” ucap Anggara penuh emosi dan ingin memukul Fino kembali. Untungnya kakak Pembina datang dan melerai.
“Sudah-sudah kalau kalian mau berkelahi pergi sana. Disini tim pencari bukan tim perusuh. Teman kalian hilang malah bertengkar. Asal kalian tau itu tidak membuat Nikita datag tiba-tiba tapi malah memperlambat pencarian.” ucapnya bijak.
“Iya kak, maafkan kami.” ucap Fino dan Anggara berbarengan.
“Yasudah. Kalau kalian ingin ikut mencari sebaiknya berangkat sekarang sebelum matahari terbenam.”
Kemudian mereka semua pergi mencari Nikita di dalam hutan. Ketika Fino sedang mencari Nikita banyak pikiran berkecamuk dalam pikirannya. Ditambah sakit yang diakibatkan bertengkar dengan Anggra.
Dilain pihak Anggara juga merasa tidak enak karena tiba-tiba memukul Fino. Sepertinya hal itu terjadi dengan sendrinya tanpa dia memikirkannya. Diliriknya Fino dengan perasaan bersalah.
“Fin, maafin aku tadi tiba-tiba mukul kamu.” kata Anggara tulus.
“Iya gapapa kok aku tau aku salah.” ucap Fino.
“Engga ini salah kita. Kita lalai menjaga Nikita.” kata Anggara bersungguh-sugguh.
Fino diam bukan karena dia tidak ingin berbicara dengan Anggara tapi kepalanya sangat sakit.
“Fin, kamu pucet. Kamu sakit?” tanya Anggara cemas.
“Gapapa kok. Ini sakit kepala biasa nanti juga sembuh. Lagian aku mesti cari Nikita.
“Jangan maksain kehendak deh. Udah yuk kita lapor ketua.” Kata Anggara maksa. Hal ini lucu juga karena Fino mengingat Nikita pernah mengatakan hal ini juga terhadap Cia ketika dia sakit.
Akhirnya Fino nurut. Dia bergegas pulang ke pos tempat peristirahatan.
                                                            . . . . . .
Ketika regu tim pencari sudah berangkat tak berapa lama datanglah Nikita bersama kakak Pembina di rombongan terakhir. Ini tentu saja menggerimbakan semuanya dan mereka meyuruh seseorang untuk memanggil kembali tim regu pencari.
:Nikitaaa… Kamu kemana aja? Kita semua cemas mikirin kamu.” tanya Aul.
“Iya maaf ya tadi aku gaenak badan jadi bareng kakak rombongan terakhir deh.”  ucap Nikita merasa bersalah.
“Gapapa yang penting kamu selamat.” ucap Alifah.
“Regu tim pencari kamu juga lagi disuruh balik kok.” kata Cia.
“Maaf ya sekali lagi aku bener-bener gaenak sama semuanya.” ucap Nikita malu.
                                                            . . . . . .
Regu tim pencari sudah kembali ke perkemahan dan Nikita mengucapkan banyak terima kasih dan permintaan maaf karena merepotkan semuanya. Dia juga sudah berbicara dengan Anggara dan meminta maaf karena Anggara sepertinya marah terhadapnya.
Semua orang telah kembali ke perkemahan. Tetapi satu orang. Dialah Fino. Padahal dia seharusnya sudah tiba duluan karena dia izin sakit ketika berada di tim pencari.
Setengah jam berlalu dan itu mengkhawatirkan semua orang. Terlebih Nikita karena Fino sangat berarti baginya. Dan ketika regu tim pencari ingin dibuat kembali datanglah Fino.
Semua itu menggembirakan semua orang, termasuk Nikita. Karena kedatangan Fino berarti tidak ada masalah yang mengkhawatirkan.
Lalu ketika hari menjelang malam Nikita terbangun karena perasaannya tidak enak. Setelah dia meliha sekelilingnya dia melihat Fino belum tidur dan segera  menghampiri Fino untuk berbicara sekali lagi, karena setelah ini mungkin dia ingin memisahkan dirinya dengan Fino. Dia tidak ingin menimbulkan kerusuhan diantara anak jurusan Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi.
“Hai, Fin. Belum tidur?” sapa Nikita.
“Belom nih. Hahahaha…..” jawab Fino.
“Yaudah jangan tidur malem-malem ya. Aku tidur dulu, Fin.” kata Nikita canggung.
Ini bukan karena dia gugup bicara berdua sama Fino. Tapi ada hal yang mengganjal di hatinya. Dia seperti merasa dia berbicara dengan orang lain yang memakai tubuh Fino.
                                                            . . . . . .
Ketika mereka turun dari Gunung Salak Nikita tidak berada persis di belakang Fino melainkan Ali. Melalui pengamatan Nikita, Fino memang berubah menjadi seseorang yang tidak dia kenal. Seperti dia terlalu banyak tertawa padahal dulu dia adalah seorang yang terkenal jutek, dia juga sekarang sering menggunakan tangan kiri, dan banyak keanehan lainnya yang dirasakan Nikita. Dia juga merasa seperti bisa melihat ada aura lain yang berada pada tubuh Fino.
Sebenarnya bukan hanya Nikita yang merasakan kejanggalan pada tubuh Fino tetapi sahabatnya juga. Ali. Dia merasa Fino mejadi seperti kekanak-kanakan, menjadi gampang marah. Namun sama seperti Nikita dia hanya memendamnya dalam hati.
                                                            . . . . . .
Setelah pulang dari memanjat Gunung Salak, Ali dan Fino kembali sekamar dalam kos mereka. Tapi ketika sore harinya ketika Fino selesai mandi dia keluar begitu saja tanpa menggunakan handuk atau pakaian apapun pada tubuhnya. Tentu saja Ali  kaget, tetapi dia tidak marah. Ali malah mengambil handuk untuk mengeringkan tubuh Fino. Ali jugalah yang memakaikan semua pakaian ke tubuh Fino termasuk pakaian dalam.
Karena Fino bertindak aneh akhirnya dia menginap ke kost dimana Ail berada dan meninggalkan Fino merenungkan perbuatannya semalaman.
                                                            . . . . . .
Setelah pulang dari memanjat Gunung Salak, Nikita langsung tertidur pulas tanpa mengganti pakaian terlebih dahulu. Namun dia bermimpi dia mendaki Gunung Salak sendirian, di sana dia bertemu kakek berjubah putih yang mengatakan dia harus berlari ke puncak gunung untuk menemukan sesuatu yang berharga bagi dirinya. Lalu dia menurut dan langsung berlari kencang menuju puncak gunung. Sesampainya di sana dia melihat ada seseorang yang membuat hatinya damai, seseorang yang memang dikenalnya.
“Fino?”  panggil Nikita
“Niki, akhirnya kamu datang juga. Aku udah nungguin kamu daritadi soalnya waktu aku ga banyak.” ucap Fino sambil terseyum, tetapi di matanya tersirat kesedihan yang mendalam.
“Kamu ngapain disini sendirian?” tanya Nikita.
“Aku nungguin kamu.”jawab Fino tersenyum.
“ Kenapa nunggu aku?” tanya Nikita sedih.
“Karena kamu punya tugas disini.” Ucap Fino
“Tugas apa? Kenapa ga kamu yang ngerjain tugas kamu sendiri?” tanya Nikita.
“Karena emang kamu yang mesti ngelaksanain ini, Niki. Karena cuma kamu yang aku percaya buat ngelaksanain ini.” jawab Fino lirih sambil menyerahkan sepucuk surat.
“Ini surat apa?” tanya Nikita sambil ingin membuka surat itu.
Lalu dengan cepat Fino memegang tangan Nikita dan mengatakan “jangan buka di sini. Kamu buka setelah kamu bisa ngumpulin anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi.”
“Tidur? Tidur apa? Kita emang sedang di gunung kan. Ayo pulang sama aku, Fin. Aku mohon. Belakangan ini kamu aneh.” rengek Nikita.
“Karena emang itu bukan Fino, itu seseorang yang menyerupai Fino saja.” balas Fino cepat.
Dan meneteslah air mata Nikita dan berkata “Apa maksud kamu? Kamu jangan ngomong yang aneh-aneh. Ayo kita pulang.”
“Gabisa. Aku uah terperangkap disini.” bisik Fino.
“Tapi kalo gitu aku juga dong. Aku kan di samping sama kamu.” kata Nikita cepat.
“Beda. Kamu gabakal ngerti. Sudah sana cepat pergi.” Kata Fino tegas sambil melepaskan pegangannya.
“Tapi, tapi aku sayang sama kamu, Fin.” ucap Nikita begitu saja tanpa dia bisa mencegah. Tapi dia tidak malu. Dia lega bisa mengatakannya.
“Aku juga sayang sama kamu. Sayang banget malah. Tapi disana udah ada cowo yang lebih pantes dari aku. Cowo itu emang takdir kamu” ucap Fino tersenyum tapi di dalam mataya tersirat kepedihan yang mndalam ketika mengatakan itu.
“Tapi….” ucap Nikita terpotong karea tiba-tiba Fino mencium keningnya dan tiba-tiba saja dia seperti terpental. Dan langsung membuka mata dan merasakan kedua bola matanya basah. Mimpi itu seperti kenyataan baginya dan dia baru tersadar ketika di tangannya dia menggenggam sepucuk surat persis seperti yang diberikan Fino dalam mimpinya. Tambah banyak lah bulir air mata yang jatuh dari matanya.
Tepat pada saat itu lah pesan singkat berbunyi yang isinya mengatakan dia harus pergi ke tempat kost Fino.
Tanpa pikir panjang dia langsung berangkat dengan membawa sepucuk surat yang diberikan Fino tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu, baginya masalah tentang Fino lebih penting dari pada penampilannya.
                                                            . . . . . .
Ketika sampai di sana keadan sudah ramai oleh mahasiswa kampus yang rata-rata dikenalnya. Dan pecahlah tangisan Nikita karena melihat Fino meninggal tidak wajar. Dari ujung kaki sampai leher Fino terikat oleh kain putih seperti seprai dan ada 3 garis seperti cakaran dari ujung pundak kiri sampai pinggang kanan. Isi lemari berserakan semua di lantai dan posisi lemari sudah tengkurap tidak pada tempatnya. Dan yang lebih tidak wajar di dinding  yang tepat diatas kepalanya ada ceplakan tangan kiri Fino.
Lalu Nikita juga melihat Ali dibawa oleh polisi untuk dijadikan tersangka oleh polisi adalah Ali karena di tubuh dan pakaian Fino banyak terdapat sidik jarinya. Alhasil Ali lah yang dibawa ke penjara. Dan tepat ketika Nikita pingsan Anggara dan Bagas dengan sigap menangkapnya dan membopongnya ke dalam mobil.
Tak berapa lama Nikita siuman dan langsug saja menceritakan semua mimpi yang dialaminya pada Bagas dan Anggara tidak peduli mereka menganggap dirinya tidak waras atau apapun yang penting dia menceritakan dan memohon bantuan untuk mengumpulkan anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi. Dan ternyata mereka mempercayai ceritanya dan berjani akan membantu Nikita
                                                            . . . . . .
Pada hari itu juga Nikita masuk ke kelas jurusan Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil dia menceritakan sebagian kecil saja yang dialaminya supaaya mereka penasaran dan mengatakan ada surat yang diberikan Fino untuk mereka semua.Tentu saja disinni banyak pro dan kontra terhadap cerita Nikita, tetapi untungya dia dibantu oleh teman-temannya yang setia sehingga dengan tegar menceritakan itu. Alhasil tidak sedikit anak Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil yang bergabung.
Setelah itu, sore  mereka berkumpul di aula untuk mendengarkan semua yang terjadi pada Fino dari Nikita. Nikita juga membacakan surat dari Fino dengan didampingi oleh Anggara, begini isinya:
Terima kasih buat teman-teman yang mau membaca dan mendengarkan surat yang saya buat ini baik anak Teknik Sipil maupun aak Ilmu Komuikasi. Pertama-tama saya ingin meminta maaf terhadap semua kesalahan saya terhadap kalian baik di sengaja maupun tidak. Karena manusia tidak luput dari dosa. Terlebih lagi saya ingin meminta maaf terhadap anak Ilmu Komunikasi karena sudah pasti saya mempunyai banyak kesalahan terhadap kalian. Lalu ada hal yang ingin saya utarakan kepada kalian saya mohon anak Ilmu Komunilasi dan Teknik Sipil berbaikan supaya tidak ada dendam diantara kita, supaya tali silaturami berjalan dengan baik. Saya benar- benar berharap kalian bisa berbaikan supaya arwah saya bisa tenang. Kemudian yang kedua saya ingin mengatakan bahwa Ali tidak bersalah atas pembunuhan saya, ini benar-benar di luar kuasanya. Dan biukti paling tepat adalah ketika saya mati terbunuh dia tidak ada di kamar bersama saya melainkan dia pindah ke kost Ail. Mohon bantuan teman-teman untuk menebusnya. Yang ketiga saya ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada Nikita Olivia karena mau membacakan surat ini dan sesungguhnya aku benar-benar menyayangimu tetapi sayangnya kita sekarang telah berbeda dunia. Nikita, tidakkah kamu menyadari bahwa ada orang yang juga sama sayangnya pada mu seperti aku menyayangimu. Dia adalah Anggara. Sahabat kamu semenjak SMA. Mengenai berita kematian saya biarlah ini menjadi rahaisa saya saja. Sekiranya haya itu yang dapat saya sampaikan. Terima kasih teman-teman. Saya sayang kalian semua.
TTD
Fino Aditya
            Begitu semua mendengarkan pecahlah tangisan mereka semua dan tentu saja permusuhan antar jurusan Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi dapat terselesaikan. Dan Nikita juga sudah menemukan pendampingnya yaitu Anggara Adi.

            Ya Fino ini semua terjadi berkat pengorbananmu. Walaupun kamu sudah tiada namamu tetap dikenang khususnya untuk anak Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil. Berita kematianmu juga sudah dipalsukan. Aku tau kamu akan menjadi bintang di langit dan disana kamu akan bersinar paling terang yang aka menerangi bumi selamanya.

No comments:

Post a Comment