Semua Berkatmu
Nikita tersenyum-senyum sendiri di depan cermin ketika melihat rambutnya dikuncir dua, dengan mengalungkan sebuah papan nama yang terbuat dari kardus dan berbentuk telepon dengan tulisan berisi nama, jurusan, nama ejekan. Dia juga mengalungkan sebuah tas yang terbuat dari karung beras dan tali raffia. Namun setelah tersadar dari lamunannya dia segera berlari keluar kamar untuk menemui sahabat cowonya, Anggara. Untuk berangkat ke universitas bersama. Nikita tertawa melihat Anggara karena sahabatnya mengenakan atribut lebih aneh daripada dia. Tapi tetap saja sahabatnya terlihat lebih dewasa dari biasanya dan memiliki lesung pipit yang amat dalam, yang membuat dia terlihat semakin manis.
“Apa siih, Nik? Liatnya gitu banget? Tambah ganteng kan gue?” tanya Anggara.
“Hah? Apa? Gasalah? Engga, ewh pede amat.” jawab Nikita. Padahal sesungguhnya dalam hati berdebar-debar.
“Alaaah…. Ngaku aja deh, aku tuh kenal kamu bukan baru kemarin ya tapi, udah dari 3tahun yang lalu.” kata Anggara kepedean.
“Bawel deh yaaa, udah ah nanti kita telat ospek bisa gawat” elak Nikita.
. . . . . .
Mereka datang tepat waktu. Iya tepat banget sampe pas bel. Kemudian Nikita dengan sigap turun dari motor dan berlari ke kelas untuk menaruh tas. Dan tak berapa lama Anggara menyusul dan menaruh tasnya disebelah tas Nikita.
“Gokil nyaris telat kita, Nik.” Kata Anggara
“Iya tau, Gara. Udah deh mending kita ke lapangan udah pada baris tuh, mampus kita kalo ketauan masih disini.”ucap Nikita panik.
Bersyukurlah mereka dewi fortuna kelihatannya berpihak pada mereka, sehingga mereka tidak ketahuan. Dan mereka dengan tertib mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku, karena mereka tahu jika mereka tidak mengikuti peraturan maka mereka harus berhadapan dengan kakak ospek.
“Ini sebenarnya peraturan tidak tertulis tapi ini sudah menjadi peraturan turun temurun yang harus di patuhi kalau kalian tidak mau kena masalah. Coba tolong kasih tau kak Bara, biar mereka pada paham.” teriak Kak Tasya.
“Oke, siap Ka Tasya, jadi sebenernya peraturan ini ga tertulis di buku peraturan tapi kita memang harus mematuhi peraturan ini jadi peraturannya itu anak Ilmu Komunikasi tidak boleh pacaran sama anak Teknik Sipil, alasannya kakak juga gatau tapi itu emang yang sudah diterapkan dari dulu. Jadi kalo ada yang coba-coba pacaran sama anak Teknik Sipil pasti bakalan beradapan sama alumni Ilmu Komunikasi dan alumni Teknik Sipil juga.” terang Kak Bara.
Dan dengan diumumkannya peraturan ini ricuh lah anak-anak yang baru di ospek karena beberapa dari mereka pacarnya berbeda jurusan. Tapi peraturan tetaplah peraturan dan mereka tetap menjalaninya mau ga mau, suka ga suka. Walaupun dalam pikiran Nikita dimana ada peraturan pasti disana ada pelanggaran. Dan harapannya dia bisa mematahkan peraturan, dari pikiran dan harapan Nikita itulah Tuhan sudah merancang hal yang tentu masih misteri.
. . . . . .
Ketika melihat papan nama yang terpampang di mading, Nikita dan Anggara terkejut karena mereka tidak seregu di organisasi pecinta alam. Tentu saja Nikita panik karena sejak SMA mereka selalu sekelompok, itulah yang membuat mereka bersahabat sampai sekarang. Masalahnya lagi di regu Nikita ada Fino, anak teknik sipil semester 2 yang terkenal galak banget sama anak Ilmu Komunikasi. Dan yang lebih parah lagi di regunya hanya 1 anak yang sejurusan sama dia dan itupun dia gatau yang mana anaknya. Kalaupun dia minta mundur dari kelompok pecinta alam itu tidak mungkin karena mereka akan segera berangkat ke Gunung Salak dan lagipula dia juga gengsi. Jadilah dia berjalan sendirian ke tempat regunya berkumpul.
“Hai kenalin nama aku Nikita Olivia dari jurusan Ilmu Komuikasi” ucap Nikita.
“Oh anak Ilmu Komunikasi, Fino Aditya anak Teknik Sipil” ucap Fino jutek.
Agak takut juga Nikita denger suara Fino yang jutek gitu. Tapi dia sembunyiin itu dengan senyuman. Hal itu yang membuat Fino kagum.
“Hai Niki, aku Ali sejurusan sama Fino tapi tenang aku ga sejutek Fino kok, oiya itu Ail sejurusan juga sama aku dan Fino.”ucap Ail.
“Hello, Nik. Aku Alifah anak jurusan Hubungan Internasional disini sama Cia dan Bagas.” kata Alifah.
“Hai, Ta. Aku Rensyah dari jurusan Fakultas Ekonomi disini sama Aul.” Ucap Rensyah ramah.
“Nikiiii, kita sejurusan loh. aku Aysha.” ucap Aysha sambil tersenyum.
Perkenalan ini melegakan karena menurut Nikita yang benci sama dia hanya Fino seorang. Tapi siapa sangka dari benci menjadi cinta.
Di perjalanan Nikita mulai merasa bosan karena memang dia anak yang sejujurnya gabisa diam. Nikita melihat ke sekelilingnya untuk mencari teman yang bisa diajak berbicara tapi, semuanya sudah memasang muka letih, kecapaian. Justru manusia satu-satunya yang paling segar bugar adalah Fino. Takjub juga Nikita, karena Fino membawa beban lebih berat daripada dirinya dan teman-temannya tetapi malah dia yang paling bersemangat, sepertinya dia sudah menyatu dengan keadaan sekitar, seperti sudah menyatu dengan alam. Dan yang agak di sesali dari penelitian mengamati Fino adalah dia harus mengakui Fino adalah lelaki tampan dan manis, badannya kekar, dan bila tersenyum dia memiliki lesung pipit yang dalam seperti Anggara, serta dia juga memiliki kumis tipis.
Di lain pihak sebenernya Fino juga memperhatikan Niki, karena gadis itu terlihat menarik di matanya, dia mempunyai rambut yang lurus dan indah, tetapi ketika dia melepas gaya kuncirannya yang asal-asalan itu, rambutnya terlihat ikal walaupun Cuma sebentar. Badannya kecil dan ramping tetapi berisi, tidak seperti perempuan kebanyakan. Lalu mukanya yang imut tidak menunjukan dia sudah kuliah melainkan gadis yang baru memasuki SMA dan dia juga terlihat bersahabat. Sesekali Fino memergokinya sedang memperhatikan dirinya, walaupun dengan cerdik gadis itu menyembunyikannya dengan berpura-pura memperhatikan sekawanan burung atau keadaan sekitar. Fino mengakui semua yang ada diri Nikita menarik perhatiannya. Tetapi yang disayangkan gadis itu anak Ilmu Komunikasi, Fino segala konsekuensinya bila anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi berpacaran.
Tetapi Tuhan tidak tidur dan tidak membiarkan Fino dan Nikita terus memperhatikan dari jauh lebih lama lagi. Tiba-tiba di perjalanan Cia sakit, segeralah Ali membopong Cia dan dengan senang hati Nikita menawarkan membawakan barang bawaan Cia
“Ciaaa, biarin aku yang bawa barang bawaan kamu ya. Kasian kalo Ali soalnya dia udah gendong kamu.” ujar Nikita bersemangat.
“Iya, Nik. Makasi ya.” ujar Cia lemas
“Eeehh gaboleh Niki kamu cewe biarin kita aja yang bawa.”ucap Fino, Ail, Bagas, dan Rensyah berbarengan.
Jadilah Nikita cuma membawa kotak kesehatan, itupun dia terlihat kurang puas.Fino jadi heran kenapa itu perempuan malah ga seneng ngebawa barang dikit. Tapi itu juga yang membuat Nikita dapat nilai lebih di mata Fino karena, jarang banget cewe mau repot biasanya malah cewe yang ngerepotin. Beruntung mereka sudah dekat dengan pos peristirahatan. Jadi mereka bisa beristirahat dan merawat Cia.
Fino dan Nikita mendapat tugas membuat makan makan malam dan tentu saja mereka harus mencuci beras terlebih dahulu di sungai. Tentu saja ini menggembirakan Fino karena mereka mendapat waktu berdua saja.
“Eh.”panggil Fino.
Nikita sebenarnya terkjut ketika disapa oleh Fino tapi segera menyembunyikan keterkejutannya “Apaya ah eh ah eh, punya nama kali.” jawab Nikita.
“Yeeeh songong ya.” balas Fino.
“Oiya lupa lebih tua Fino ya, kalo gitu tolong dong om Fino bikini nasi.” canda Nikita.
“Tua banget yaa, masa Fino jadi om om. Sini deh Fino yang cuci beras sama bikini nasi“ kata Fino.
“Oiya aturan kakek Fino ya? Yaudah maafin Niki ya kakek Fino. Asik baik banget kakek Fino” canda Nikita.
“Diem deh, mau nanya nih Fino.” kata Fino sok serius.
“Nanya apa, Fin?” tanya Nikita serius.
“Kok anak kuliah badannya setinggi Niki sih? Ini mah badan anak SMA.” Tanya Fino sambil tertawa.
“Eh berani yaaa ngeledekin Niki, nanti kalo udah setinggi Fino bakalan nyesel deh ga ngledekin Niki lagi.“ ucap Niki
“Hahaha mana bisa, dasar anak kecil. Nih bantuin bawain ke perkemahan kasian tau udah pada kelaperan, eh kita malah keasikan disini.” Ujar Fino
“Oiya, bener juga. Tumben Fino pinter pasti tadi abis kepentok pohon.” ucap Niki sambil tertawa.
“Iya aja deh sama anak SMA, nanti kalo ngomong engga nangis lagi.” kata Fino sambil ngerangkul Niki.
Tentu saja ini membuat Niki berdebar tetapi dia diam saja. Dia akui dia senang juga dirangkul Fino.
Di balik kejadian itu semua ada yang memperhatikan mereka berdua dengan hati perih dan hanya bisa memendam itu semua. Sama seperti dulu yang hanya bisa menjadi pengagum rahasia saja.
Sepanjang malam regu mereka bergantian menjaga Cia. Untungnya keesokan paginya Cia pulih dan tentu saja dia berterima kasih karena teman-teman seeregunya mau merawat dia semalaman.
. . . . . .
Tentu saja sejak kejadian semalam Fino dan Nikita sudah tidak lagi diam-diaman seperti dulu, mereka sekarang terlihat lebih sering bersama. Selama beberapa hari ini pasti dimana ada Fino disitu ada Nikita. Ali sebagai sahabat Fino dan Ail sebaga teman sejurusan 2semester tentu saja menyadari itu dan mereka ingin mengingatkan Fino.
“Fin, lagi deket sama Nikita ya?” tanya Ali.
“Hah? Engga kok masa iya aku dekett sama anak Ilmu Komunikasii.” jawab Fino
“Fin, kita kenal ga baru kenal kemaren loh, udah dari SMA. Tau kan peraturan anak Teknik Sipil sama anak Ilmu Komunikasi. Jurusan itu udah ga akur. Terus…”
“Iya tau kok. Gausah dijelasin juga udah paham.” potong Fino.
“Yaudah kalo kamu tau, Ali cuma ngingetin doang, Fin. Gausah potong perkataan dia. Kita yang tau sih gapapa tapi kalo beritanya nyebar terus ketauan sama anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi bahaya.” sembur Ail.
Tidak jauh darisitu berdiri Nikita mendengarkan semua pembicaraan. Dia tau kedekatannya akan membuahkan masalah. Dia tau dia egois karena ingin memili Fino seutuhnya. Apakah salah jika kedua orang yang saling jatuh cinta ingin bersama. Apa yang bakalan terjadi seandainya mereka terus melanjutkan perasaannya. Coba kalau mereka yang berada di posisinya apa mereka mau meninggalkan orang yang di cintai hanya untuk permasalahan yang bukan masalahnya. Tapi dia gamau egois, dia gamau semua keadaan ini menyakiti Fino. Meskipun rasa sayangnya hanya untuk Fino.
. . . . . .
Setelah regu Fino telah sampai di puncak Gunung Salak dia ingin menyatakan perasaannya sama Nikita. Dia ga perduli kalau dia harus berhadapan sama semua angkatan Teknik Sipil maupun Ilmu Komunikasi. Ini perasaannya dia yang akan menjalani hubungan ini, mereka tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupannya di masa depan serta pendamping hidupnya.
“Alifa, kamu liat Nikita ga?” tanya Fino.
“Aku galiat Fin. Sorry.” jawab Alifah.
“Oke gapapa, Fa.” balas Fino.
“Asya, liat Nikita ga?” tanya Fino.
“Galiat, Fin. Emang kenapa?” kata Asya
“Gapapa. Nanya doang kok.” kata Fino.
“Rensyah, Bagas liat Nikita ga?” tanya Fino mulai panik.
“Engga lah, biasanya kan sama kamu.” jawab Bagas disertai anggukan Rensyah.
“Ga sama aku. Udah aku cari-cari kemana tapi ga ada nanya ke yang lain juga ga ada yang tau.” jawab Fino panik.
“Tenang-tenang mungkin dia di regu Anggara.” kata Rensyah menenangkan.
“Nah iya itu bisa jadi.” kata Rensyah juga ikut meyakinkan Fino.
“Yaudah kamu tengok sana ke regunya Anggara.” kata Rensyah.
“Ga mungkin. Regu mereka belom tiba.” ucap Ail secara tiba-tiba.
“Serius? Sumpah jangan bikin panik.” kata Fino pucat pasi.
“Serius. Yaudah ayo kita lapor ke kakak pembinanya .” kata Ail juga mulai panik.
Kemudian mereka pergi melapor ke kakak Pembina. Tentu saja mereka kena omelan karena dianggap lalai memperhatikan teman seregu. Tapi regu tim pencari segera dibuat. Ketika mereka sudah siap-siap pergi. Tiba-tiba saja Anggara datang dan memukul Fino.
“Apa-apaan nih.” bentak Fino
“Nikita itu ilang gara-gara kamu!!” bentak Anggara.
“Kok gara-gara aku?” bentak Fino lagi.
“Karena dia mendengar semua percakapan kamu, Ail dan Ali.” ucap Anggara penuh emosi dan ingin memukul Fino kembali. Untungnya kakak Pembina datang dan melerai.
“Sudah-sudah kalau kalian mau berkelahi pergi sana. Disini tim pencari bukan tim perusuh. Teman kalian hilang malah bertengkar. Asal kalian tau itu tidak membuat Nikita datag tiba-tiba tapi malah memperlambat pencarian.” ucapnya bijak.
“Iya kak, maafkan kami.” ucap Fino dan Anggara berbarengan.
“Yasudah. Kalau kalian ingin ikut mencari sebaiknya berangkat sekarang sebelum matahari terbenam.”
Kemudian mereka semua pergi mencari Nikita di dalam hutan. Ketika Fino sedang mencari Nikita banyak pikiran berkecamuk dalam pikirannya. Ditambah sakit yang diakibatkan bertengkar dengan Anggra.
Dilain pihak Anggara juga merasa tidak enak karena tiba-tiba memukul Fino. Sepertinya hal itu terjadi dengan sendrinya tanpa dia memikirkannya. Diliriknya Fino dengan perasaan bersalah.
“Fin, maafin aku tadi tiba-tiba mukul kamu.” kata Anggara tulus.
“Iya gapapa kok aku tau aku salah.” ucap Fino.
“Engga ini salah kita. Kita lalai menjaga Nikita.” kata Anggara bersungguh-sugguh.
Fino diam bukan karena dia tidak ingin berbicara dengan Anggara tapi kepalanya sangat sakit.
“Fin, kamu pucet. Kamu sakit?” tanya Anggara cemas.
“Gapapa kok. Ini sakit kepala biasa nanti juga sembuh. Lagian aku mesti cari Nikita.
“Jangan maksain kehendak deh. Udah yuk kita lapor ketua.” Kata Anggara maksa. Hal ini lucu juga karena Fino mengingat Nikita pernah mengatakan hal ini juga terhadap Cia ketika dia sakit.
Akhirnya Fino nurut. Dia bergegas pulang ke pos tempat peristirahatan.
. . . . . .
Ketika regu tim pencari sudah berangkat tak berapa lama datanglah Nikita bersama kakak Pembina di rombongan terakhir. Ini tentu saja menggerimbakan semuanya dan mereka meyuruh seseorang untuk memanggil kembali tim regu pencari.
:Nikitaaa… Kamu kemana aja? Kita semua cemas mikirin kamu.” tanya Aul.
“Iya maaf ya tadi aku gaenak badan jadi bareng kakak rombongan terakhir deh.” ucap Nikita merasa bersalah.
“Gapapa yang penting kamu selamat.” ucap Alifah.
“Regu tim pencari kamu juga lagi disuruh balik kok.” kata Cia.
“Maaf ya sekali lagi aku bener-bener gaenak sama semuanya.” ucap Nikita malu.
. . . . . .
Regu tim pencari sudah kembali ke perkemahan dan Nikita mengucapkan banyak terima kasih dan permintaan maaf karena merepotkan semuanya. Dia juga sudah berbicara dengan Anggara dan meminta maaf karena Anggara sepertinya marah terhadapnya.
Semua orang telah kembali ke perkemahan. Tetapi satu orang. Dialah Fino. Padahal dia seharusnya sudah tiba duluan karena dia izin sakit ketika berada di tim pencari.
Setengah jam berlalu dan itu mengkhawatirkan semua orang. Terlebih Nikita karena Fino sangat berarti baginya. Dan ketika regu tim pencari ingin dibuat kembali datanglah Fino.
Semua itu menggembirakan semua orang, termasuk Nikita. Karena kedatangan Fino berarti tidak ada masalah yang mengkhawatirkan.
Lalu ketika hari menjelang malam Nikita terbangun karena perasaannya tidak enak. Setelah dia meliha sekelilingnya dia melihat Fino belum tidur dan segera menghampiri Fino untuk berbicara sekali lagi, karena setelah ini mungkin dia ingin memisahkan dirinya dengan Fino. Dia tidak ingin menimbulkan kerusuhan diantara anak jurusan Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi.
“Hai, Fin. Belum tidur?” sapa Nikita.
“Belom nih. Hahahaha…..” jawab Fino.
“Yaudah jangan tidur malem-malem ya. Aku tidur dulu, Fin.” kata Nikita canggung.
Ini bukan karena dia gugup bicara berdua sama Fino. Tapi ada hal yang mengganjal di hatinya. Dia seperti merasa dia berbicara dengan orang lain yang memakai tubuh Fino.
. . . . . .
Ketika mereka turun dari Gunung Salak Nikita tidak berada persis di belakang Fino melainkan Ali. Melalui pengamatan Nikita, Fino memang berubah menjadi seseorang yang tidak dia kenal. Seperti dia terlalu banyak tertawa padahal dulu dia adalah seorang yang terkenal jutek, dia juga sekarang sering menggunakan tangan kiri, dan banyak keanehan lainnya yang dirasakan Nikita. Dia juga merasa seperti bisa melihat ada aura lain yang berada pada tubuh Fino.
Sebenarnya bukan hanya Nikita yang merasakan kejanggalan pada tubuh Fino tetapi sahabatnya juga. Ali. Dia merasa Fino mejadi seperti kekanak-kanakan, menjadi gampang marah. Namun sama seperti Nikita dia hanya memendamnya dalam hati.
. . . . . .
Setelah pulang dari memanjat Gunung Salak, Ali dan Fino kembali sekamar dalam kos mereka. Tapi ketika sore harinya ketika Fino selesai mandi dia keluar begitu saja tanpa menggunakan handuk atau pakaian apapun pada tubuhnya. Tentu saja Ali kaget, tetapi dia tidak marah. Ali malah mengambil handuk untuk mengeringkan tubuh Fino. Ali jugalah yang memakaikan semua pakaian ke tubuh Fino termasuk pakaian dalam.
Karena Fino bertindak aneh akhirnya dia menginap ke kost dimana Ail berada dan meninggalkan Fino merenungkan perbuatannya semalaman.
. . . . . .
Setelah pulang dari memanjat Gunung Salak, Nikita langsung tertidur pulas tanpa mengganti pakaian terlebih dahulu. Namun dia bermimpi dia mendaki Gunung Salak sendirian, di sana dia bertemu kakek berjubah putih yang mengatakan dia harus berlari ke puncak gunung untuk menemukan sesuatu yang berharga bagi dirinya. Lalu dia menurut dan langsung berlari kencang menuju puncak gunung. Sesampainya di sana dia melihat ada seseorang yang membuat hatinya damai, seseorang yang memang dikenalnya.
“Fino?” panggil Nikita
“Niki, akhirnya kamu datang juga. Aku udah nungguin kamu daritadi soalnya waktu aku ga banyak.” ucap Fino sambil terseyum, tetapi di matanya tersirat kesedihan yang mendalam.
“Kamu ngapain disini sendirian?” tanya Nikita.
“Aku nungguin kamu.”jawab Fino tersenyum.
“ Kenapa nunggu aku?” tanya Nikita sedih.
“Karena kamu punya tugas disini.” Ucap Fino
“Tugas apa? Kenapa ga kamu yang ngerjain tugas kamu sendiri?” tanya Nikita.
“Karena emang kamu yang mesti ngelaksanain ini, Niki. Karena cuma kamu yang aku percaya buat ngelaksanain ini.” jawab Fino lirih sambil menyerahkan sepucuk surat.
“Ini surat apa?” tanya Nikita sambil ingin membuka surat itu.
Lalu dengan cepat Fino memegang tangan Nikita dan mengatakan “jangan buka di sini. Kamu buka setelah kamu bisa ngumpulin anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi.”
“Tidur? Tidur apa? Kita emang sedang di gunung kan. Ayo pulang sama aku, Fin. Aku mohon. Belakangan ini kamu aneh.” rengek Nikita.
“Karena emang itu bukan Fino, itu seseorang yang menyerupai Fino saja.” balas Fino cepat.
Dan meneteslah air mata Nikita dan berkata “Apa maksud kamu? Kamu jangan ngomong yang aneh-aneh. Ayo kita pulang.”
“Gabisa. Aku uah terperangkap disini.” bisik Fino.
“Tapi kalo gitu aku juga dong. Aku kan di samping sama kamu.” kata Nikita cepat.
“Beda. Kamu gabakal ngerti. Sudah sana cepat pergi.” Kata Fino tegas sambil melepaskan pegangannya.
“Tapi, tapi aku sayang sama kamu, Fin.” ucap Nikita begitu saja tanpa dia bisa mencegah. Tapi dia tidak malu. Dia lega bisa mengatakannya.
“Aku juga sayang sama kamu. Sayang banget malah. Tapi disana udah ada cowo yang lebih pantes dari aku. Cowo itu emang takdir kamu” ucap Fino tersenyum tapi di dalam mataya tersirat kepedihan yang mndalam ketika mengatakan itu.
“Tapi….” ucap Nikita terpotong karea tiba-tiba Fino mencium keningnya dan tiba-tiba saja dia seperti terpental. Dan langsung membuka mata dan merasakan kedua bola matanya basah. Mimpi itu seperti kenyataan baginya dan dia baru tersadar ketika di tangannya dia menggenggam sepucuk surat persis seperti yang diberikan Fino dalam mimpinya. Tambah banyak lah bulir air mata yang jatuh dari matanya.
Tepat pada saat itu lah pesan singkat berbunyi yang isinya mengatakan dia harus pergi ke tempat kost Fino.
Tanpa pikir panjang dia langsung berangkat dengan membawa sepucuk surat yang diberikan Fino tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu, baginya masalah tentang Fino lebih penting dari pada penampilannya.
. . . . . .
Ketika sampai di sana keadan sudah ramai oleh mahasiswa kampus yang rata-rata dikenalnya. Dan pecahlah tangisan Nikita karena melihat Fino meninggal tidak wajar. Dari ujung kaki sampai leher Fino terikat oleh kain putih seperti seprai dan ada 3 garis seperti cakaran dari ujung pundak kiri sampai pinggang kanan. Isi lemari berserakan semua di lantai dan posisi lemari sudah tengkurap tidak pada tempatnya. Dan yang lebih tidak wajar di dinding yang tepat diatas kepalanya ada ceplakan tangan kiri Fino.
Lalu Nikita juga melihat Ali dibawa oleh polisi untuk dijadikan tersangka oleh polisi adalah Ali karena di tubuh dan pakaian Fino banyak terdapat sidik jarinya. Alhasil Ali lah yang dibawa ke penjara. Dan tepat ketika Nikita pingsan Anggara dan Bagas dengan sigap menangkapnya dan membopongnya ke dalam mobil.
Tak berapa lama Nikita siuman dan langsug saja menceritakan semua mimpi yang dialaminya pada Bagas dan Anggara tidak peduli mereka menganggap dirinya tidak waras atau apapun yang penting dia menceritakan dan memohon bantuan untuk mengumpulkan anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi. Dan ternyata mereka mempercayai ceritanya dan berjani akan membantu Nikita
. . . . . .
Pada hari itu juga Nikita masuk ke kelas jurusan Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil dia menceritakan sebagian kecil saja yang dialaminya supaaya mereka penasaran dan mengatakan ada surat yang diberikan Fino untuk mereka semua.Tentu saja disinni banyak pro dan kontra terhadap cerita Nikita, tetapi untungya dia dibantu oleh teman-temannya yang setia sehingga dengan tegar menceritakan itu. Alhasil tidak sedikit anak Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil yang bergabung.
Setelah itu, sore mereka berkumpul di aula untuk mendengarkan semua yang terjadi pada Fino dari Nikita. Nikita juga membacakan surat dari Fino dengan didampingi oleh Anggara, begini isinya:
Terima kasih buat teman-teman yang mau membaca dan mendengarkan surat yang saya buat ini baik anak Teknik Sipil maupun aak Ilmu Komuikasi. Pertama-tama saya ingin meminta maaf terhadap semua kesalahan saya terhadap kalian baik di sengaja maupun tidak. Karena manusia tidak luput dari dosa. Terlebih lagi saya ingin meminta maaf terhadap anak Ilmu Komunikasi karena sudah pasti saya mempunyai banyak kesalahan terhadap kalian. Lalu ada hal yang ingin saya utarakan kepada kalian saya mohon anak Ilmu Komunilasi dan Teknik Sipil berbaikan supaya tidak ada dendam diantara kita, supaya tali silaturami berjalan dengan baik. Saya benar- benar berharap kalian bisa berbaikan supaya arwah saya bisa tenang. Kemudian yang kedua saya ingin mengatakan bahwa Ali tidak bersalah atas pembunuhan saya, ini benar-benar di luar kuasanya. Dan biukti paling tepat adalah ketika saya mati terbunuh dia tidak ada di kamar bersama saya melainkan dia pindah ke kost Ail. Mohon bantuan teman-teman untuk menebusnya. Yang ketiga saya ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada Nikita Olivia karena mau membacakan surat ini dan sesungguhnya aku benar-benar menyayangimu tetapi sayangnya kita sekarang telah berbeda dunia. Nikita, tidakkah kamu menyadari bahwa ada orang yang juga sama sayangnya pada mu seperti aku menyayangimu. Dia adalah Anggara. Sahabat kamu semenjak SMA. Mengenai berita kematian saya biarlah ini menjadi rahaisa saya saja. Sekiranya haya itu yang dapat saya sampaikan. Terima kasih teman-teman. Saya sayang kalian semua.
TTD
Fino Aditya
Begitu semua mendengarkan pecahlah tangisan mereka semua dan tentu saja permusuhan antar jurusan Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi dapat terselesaikan. Dan Nikita juga sudah menemukan pendampingnya yaitu Anggara Adi.
Ya Fino ini semua terjadi berkat pengorbananmu. Walaupun kamu sudah tiada namamu tetap dikenang khususnya untuk anak Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil. Berita kematianmu juga sudah dipalsukan. Aku tau kamu akan menjadi bintang di langit dan disana kamu akan bersinar paling terang yang aka menerangi bumi selamanya.
“Hah? Apa? Gasalah? Engga, ewh pede amat.” jawab Nikita. Padahal sesungguhnya dalam hati berdebar-debar.
“Alaaah…. Ngaku aja deh, aku tuh kenal kamu bukan baru kemarin ya tapi, udah dari 3tahun yang lalu.” kata Anggara kepedean.
“Bawel deh yaaa, udah ah nanti kita telat ospek bisa gawat” elak Nikita.
. . . . . .
Mereka datang tepat waktu. Iya tepat banget sampe pas bel. Kemudian Nikita dengan sigap turun dari motor dan berlari ke kelas untuk menaruh tas. Dan tak berapa lama Anggara menyusul dan menaruh tasnya disebelah tas Nikita.
“Gokil nyaris telat kita, Nik.” Kata Anggara
“Iya tau, Gara. Udah deh mending kita ke lapangan udah pada baris tuh, mampus kita kalo ketauan masih disini.”ucap Nikita panik.
Bersyukurlah mereka dewi fortuna kelihatannya berpihak pada mereka, sehingga mereka tidak ketahuan. Dan mereka dengan tertib mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku, karena mereka tahu jika mereka tidak mengikuti peraturan maka mereka harus berhadapan dengan kakak ospek.
“Ini sebenarnya peraturan tidak tertulis tapi ini sudah menjadi peraturan turun temurun yang harus di patuhi kalau kalian tidak mau kena masalah. Coba tolong kasih tau kak Bara, biar mereka pada paham.” teriak Kak Tasya.
“Oke, siap Ka Tasya, jadi sebenernya peraturan ini ga tertulis di buku peraturan tapi kita memang harus mematuhi peraturan ini jadi peraturannya itu anak Ilmu Komunikasi tidak boleh pacaran sama anak Teknik Sipil, alasannya kakak juga gatau tapi itu emang yang sudah diterapkan dari dulu. Jadi kalo ada yang coba-coba pacaran sama anak Teknik Sipil pasti bakalan beradapan sama alumni Ilmu Komunikasi dan alumni Teknik Sipil juga.” terang Kak Bara.
Dan dengan diumumkannya peraturan ini ricuh lah anak-anak yang baru di ospek karena beberapa dari mereka pacarnya berbeda jurusan. Tapi peraturan tetaplah peraturan dan mereka tetap menjalaninya mau ga mau, suka ga suka. Walaupun dalam pikiran Nikita dimana ada peraturan pasti disana ada pelanggaran. Dan harapannya dia bisa mematahkan peraturan, dari pikiran dan harapan Nikita itulah Tuhan sudah merancang hal yang tentu masih misteri.
. . . . . .
Ketika melihat papan nama yang terpampang di mading, Nikita dan Anggara terkejut karena mereka tidak seregu di organisasi pecinta alam. Tentu saja Nikita panik karena sejak SMA mereka selalu sekelompok, itulah yang membuat mereka bersahabat sampai sekarang. Masalahnya lagi di regu Nikita ada Fino, anak teknik sipil semester 2 yang terkenal galak banget sama anak Ilmu Komunikasi. Dan yang lebih parah lagi di regunya hanya 1 anak yang sejurusan sama dia dan itupun dia gatau yang mana anaknya. Kalaupun dia minta mundur dari kelompok pecinta alam itu tidak mungkin karena mereka akan segera berangkat ke Gunung Salak dan lagipula dia juga gengsi. Jadilah dia berjalan sendirian ke tempat regunya berkumpul.
“Hai kenalin nama aku Nikita Olivia dari jurusan Ilmu Komuikasi” ucap Nikita.
“Oh anak Ilmu Komunikasi, Fino Aditya anak Teknik Sipil” ucap Fino jutek.
Agak takut juga Nikita denger suara Fino yang jutek gitu. Tapi dia sembunyiin itu dengan senyuman. Hal itu yang membuat Fino kagum.
“Hai Niki, aku Ali sejurusan sama Fino tapi tenang aku ga sejutek Fino kok, oiya itu Ail sejurusan juga sama aku dan Fino.”ucap Ail.
“Hello, Nik. Aku Alifah anak jurusan Hubungan Internasional disini sama Cia dan Bagas.” kata Alifah.
“Hai, Ta. Aku Rensyah dari jurusan Fakultas Ekonomi disini sama Aul.” Ucap Rensyah ramah.
“Nikiiii, kita sejurusan loh. aku Aysha.” ucap Aysha sambil tersenyum.
Perkenalan ini melegakan karena menurut Nikita yang benci sama dia hanya Fino seorang. Tapi siapa sangka dari benci menjadi cinta.
Di perjalanan Nikita mulai merasa bosan karena memang dia anak yang sejujurnya gabisa diam. Nikita melihat ke sekelilingnya untuk mencari teman yang bisa diajak berbicara tapi, semuanya sudah memasang muka letih, kecapaian. Justru manusia satu-satunya yang paling segar bugar adalah Fino. Takjub juga Nikita, karena Fino membawa beban lebih berat daripada dirinya dan teman-temannya tetapi malah dia yang paling bersemangat, sepertinya dia sudah menyatu dengan keadaan sekitar, seperti sudah menyatu dengan alam. Dan yang agak di sesali dari penelitian mengamati Fino adalah dia harus mengakui Fino adalah lelaki tampan dan manis, badannya kekar, dan bila tersenyum dia memiliki lesung pipit yang dalam seperti Anggara, serta dia juga memiliki kumis tipis.
Di lain pihak sebenernya Fino juga memperhatikan Niki, karena gadis itu terlihat menarik di matanya, dia mempunyai rambut yang lurus dan indah, tetapi ketika dia melepas gaya kuncirannya yang asal-asalan itu, rambutnya terlihat ikal walaupun Cuma sebentar. Badannya kecil dan ramping tetapi berisi, tidak seperti perempuan kebanyakan. Lalu mukanya yang imut tidak menunjukan dia sudah kuliah melainkan gadis yang baru memasuki SMA dan dia juga terlihat bersahabat. Sesekali Fino memergokinya sedang memperhatikan dirinya, walaupun dengan cerdik gadis itu menyembunyikannya dengan berpura-pura memperhatikan sekawanan burung atau keadaan sekitar. Fino mengakui semua yang ada diri Nikita menarik perhatiannya. Tetapi yang disayangkan gadis itu anak Ilmu Komunikasi, Fino segala konsekuensinya bila anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi berpacaran.
Tetapi Tuhan tidak tidur dan tidak membiarkan Fino dan Nikita terus memperhatikan dari jauh lebih lama lagi. Tiba-tiba di perjalanan Cia sakit, segeralah Ali membopong Cia dan dengan senang hati Nikita menawarkan membawakan barang bawaan Cia
“Ciaaa, biarin aku yang bawa barang bawaan kamu ya. Kasian kalo Ali soalnya dia udah gendong kamu.” ujar Nikita bersemangat.
“Iya, Nik. Makasi ya.” ujar Cia lemas
“Eeehh gaboleh Niki kamu cewe biarin kita aja yang bawa.”ucap Fino, Ail, Bagas, dan Rensyah berbarengan.
Jadilah Nikita cuma membawa kotak kesehatan, itupun dia terlihat kurang puas.Fino jadi heran kenapa itu perempuan malah ga seneng ngebawa barang dikit. Tapi itu juga yang membuat Nikita dapat nilai lebih di mata Fino karena, jarang banget cewe mau repot biasanya malah cewe yang ngerepotin. Beruntung mereka sudah dekat dengan pos peristirahatan. Jadi mereka bisa beristirahat dan merawat Cia.
Fino dan Nikita mendapat tugas membuat makan makan malam dan tentu saja mereka harus mencuci beras terlebih dahulu di sungai. Tentu saja ini menggembirakan Fino karena mereka mendapat waktu berdua saja.
“Eh.”panggil Fino.
Nikita sebenarnya terkjut ketika disapa oleh Fino tapi segera menyembunyikan keterkejutannya “Apaya ah eh ah eh, punya nama kali.” jawab Nikita.
“Yeeeh songong ya.” balas Fino.
“Oiya lupa lebih tua Fino ya, kalo gitu tolong dong om Fino bikini nasi.” canda Nikita.
“Tua banget yaa, masa Fino jadi om om. Sini deh Fino yang cuci beras sama bikini nasi“ kata Fino.
“Oiya aturan kakek Fino ya? Yaudah maafin Niki ya kakek Fino. Asik baik banget kakek Fino” canda Nikita.
“Diem deh, mau nanya nih Fino.” kata Fino sok serius.
“Nanya apa, Fin?” tanya Nikita serius.
“Kok anak kuliah badannya setinggi Niki sih? Ini mah badan anak SMA.” Tanya Fino sambil tertawa.
“Eh berani yaaa ngeledekin Niki, nanti kalo udah setinggi Fino bakalan nyesel deh ga ngledekin Niki lagi.“ ucap Niki
“Hahaha mana bisa, dasar anak kecil. Nih bantuin bawain ke perkemahan kasian tau udah pada kelaperan, eh kita malah keasikan disini.” Ujar Fino
“Oiya, bener juga. Tumben Fino pinter pasti tadi abis kepentok pohon.” ucap Niki sambil tertawa.
“Iya aja deh sama anak SMA, nanti kalo ngomong engga nangis lagi.” kata Fino sambil ngerangkul Niki.
Tentu saja ini membuat Niki berdebar tetapi dia diam saja. Dia akui dia senang juga dirangkul Fino.
Di balik kejadian itu semua ada yang memperhatikan mereka berdua dengan hati perih dan hanya bisa memendam itu semua. Sama seperti dulu yang hanya bisa menjadi pengagum rahasia saja.
Sepanjang malam regu mereka bergantian menjaga Cia. Untungnya keesokan paginya Cia pulih dan tentu saja dia berterima kasih karena teman-teman seeregunya mau merawat dia semalaman.
. . . . . .
Tentu saja sejak kejadian semalam Fino dan Nikita sudah tidak lagi diam-diaman seperti dulu, mereka sekarang terlihat lebih sering bersama. Selama beberapa hari ini pasti dimana ada Fino disitu ada Nikita. Ali sebagai sahabat Fino dan Ail sebaga teman sejurusan 2semester tentu saja menyadari itu dan mereka ingin mengingatkan Fino.
“Fin, lagi deket sama Nikita ya?” tanya Ali.
“Hah? Engga kok masa iya aku dekett sama anak Ilmu Komunikasii.” jawab Fino
“Fin, kita kenal ga baru kenal kemaren loh, udah dari SMA. Tau kan peraturan anak Teknik Sipil sama anak Ilmu Komunikasi. Jurusan itu udah ga akur. Terus…”
“Iya tau kok. Gausah dijelasin juga udah paham.” potong Fino.
“Yaudah kalo kamu tau, Ali cuma ngingetin doang, Fin. Gausah potong perkataan dia. Kita yang tau sih gapapa tapi kalo beritanya nyebar terus ketauan sama anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi bahaya.” sembur Ail.
Tidak jauh darisitu berdiri Nikita mendengarkan semua pembicaraan. Dia tau kedekatannya akan membuahkan masalah. Dia tau dia egois karena ingin memili Fino seutuhnya. Apakah salah jika kedua orang yang saling jatuh cinta ingin bersama. Apa yang bakalan terjadi seandainya mereka terus melanjutkan perasaannya. Coba kalau mereka yang berada di posisinya apa mereka mau meninggalkan orang yang di cintai hanya untuk permasalahan yang bukan masalahnya. Tapi dia gamau egois, dia gamau semua keadaan ini menyakiti Fino. Meskipun rasa sayangnya hanya untuk Fino.
. . . . . .
Setelah regu Fino telah sampai di puncak Gunung Salak dia ingin menyatakan perasaannya sama Nikita. Dia ga perduli kalau dia harus berhadapan sama semua angkatan Teknik Sipil maupun Ilmu Komunikasi. Ini perasaannya dia yang akan menjalani hubungan ini, mereka tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupannya di masa depan serta pendamping hidupnya.
“Alifa, kamu liat Nikita ga?” tanya Fino.
“Aku galiat Fin. Sorry.” jawab Alifah.
“Oke gapapa, Fa.” balas Fino.
“Asya, liat Nikita ga?” tanya Fino.
“Galiat, Fin. Emang kenapa?” kata Asya
“Gapapa. Nanya doang kok.” kata Fino.
“Rensyah, Bagas liat Nikita ga?” tanya Fino mulai panik.
“Engga lah, biasanya kan sama kamu.” jawab Bagas disertai anggukan Rensyah.
“Ga sama aku. Udah aku cari-cari kemana tapi ga ada nanya ke yang lain juga ga ada yang tau.” jawab Fino panik.
“Tenang-tenang mungkin dia di regu Anggara.” kata Rensyah menenangkan.
“Nah iya itu bisa jadi.” kata Rensyah juga ikut meyakinkan Fino.
“Yaudah kamu tengok sana ke regunya Anggara.” kata Rensyah.
“Ga mungkin. Regu mereka belom tiba.” ucap Ail secara tiba-tiba.
“Serius? Sumpah jangan bikin panik.” kata Fino pucat pasi.
“Serius. Yaudah ayo kita lapor ke kakak pembinanya .” kata Ail juga mulai panik.
Kemudian mereka pergi melapor ke kakak Pembina. Tentu saja mereka kena omelan karena dianggap lalai memperhatikan teman seregu. Tapi regu tim pencari segera dibuat. Ketika mereka sudah siap-siap pergi. Tiba-tiba saja Anggara datang dan memukul Fino.
“Apa-apaan nih.” bentak Fino
“Nikita itu ilang gara-gara kamu!!” bentak Anggara.
“Kok gara-gara aku?” bentak Fino lagi.
“Karena dia mendengar semua percakapan kamu, Ail dan Ali.” ucap Anggara penuh emosi dan ingin memukul Fino kembali. Untungnya kakak Pembina datang dan melerai.
“Sudah-sudah kalau kalian mau berkelahi pergi sana. Disini tim pencari bukan tim perusuh. Teman kalian hilang malah bertengkar. Asal kalian tau itu tidak membuat Nikita datag tiba-tiba tapi malah memperlambat pencarian.” ucapnya bijak.
“Iya kak, maafkan kami.” ucap Fino dan Anggara berbarengan.
“Yasudah. Kalau kalian ingin ikut mencari sebaiknya berangkat sekarang sebelum matahari terbenam.”
Kemudian mereka semua pergi mencari Nikita di dalam hutan. Ketika Fino sedang mencari Nikita banyak pikiran berkecamuk dalam pikirannya. Ditambah sakit yang diakibatkan bertengkar dengan Anggra.
Dilain pihak Anggara juga merasa tidak enak karena tiba-tiba memukul Fino. Sepertinya hal itu terjadi dengan sendrinya tanpa dia memikirkannya. Diliriknya Fino dengan perasaan bersalah.
“Fin, maafin aku tadi tiba-tiba mukul kamu.” kata Anggara tulus.
“Iya gapapa kok aku tau aku salah.” ucap Fino.
“Engga ini salah kita. Kita lalai menjaga Nikita.” kata Anggara bersungguh-sugguh.
Fino diam bukan karena dia tidak ingin berbicara dengan Anggara tapi kepalanya sangat sakit.
“Fin, kamu pucet. Kamu sakit?” tanya Anggara cemas.
“Gapapa kok. Ini sakit kepala biasa nanti juga sembuh. Lagian aku mesti cari Nikita.
“Jangan maksain kehendak deh. Udah yuk kita lapor ketua.” Kata Anggara maksa. Hal ini lucu juga karena Fino mengingat Nikita pernah mengatakan hal ini juga terhadap Cia ketika dia sakit.
Akhirnya Fino nurut. Dia bergegas pulang ke pos tempat peristirahatan.
. . . . . .
Ketika regu tim pencari sudah berangkat tak berapa lama datanglah Nikita bersama kakak Pembina di rombongan terakhir. Ini tentu saja menggerimbakan semuanya dan mereka meyuruh seseorang untuk memanggil kembali tim regu pencari.
:Nikitaaa… Kamu kemana aja? Kita semua cemas mikirin kamu.” tanya Aul.
“Iya maaf ya tadi aku gaenak badan jadi bareng kakak rombongan terakhir deh.” ucap Nikita merasa bersalah.
“Gapapa yang penting kamu selamat.” ucap Alifah.
“Regu tim pencari kamu juga lagi disuruh balik kok.” kata Cia.
“Maaf ya sekali lagi aku bener-bener gaenak sama semuanya.” ucap Nikita malu.
. . . . . .
Regu tim pencari sudah kembali ke perkemahan dan Nikita mengucapkan banyak terima kasih dan permintaan maaf karena merepotkan semuanya. Dia juga sudah berbicara dengan Anggara dan meminta maaf karena Anggara sepertinya marah terhadapnya.
Semua orang telah kembali ke perkemahan. Tetapi satu orang. Dialah Fino. Padahal dia seharusnya sudah tiba duluan karena dia izin sakit ketika berada di tim pencari.
Setengah jam berlalu dan itu mengkhawatirkan semua orang. Terlebih Nikita karena Fino sangat berarti baginya. Dan ketika regu tim pencari ingin dibuat kembali datanglah Fino.
Semua itu menggembirakan semua orang, termasuk Nikita. Karena kedatangan Fino berarti tidak ada masalah yang mengkhawatirkan.
Lalu ketika hari menjelang malam Nikita terbangun karena perasaannya tidak enak. Setelah dia meliha sekelilingnya dia melihat Fino belum tidur dan segera menghampiri Fino untuk berbicara sekali lagi, karena setelah ini mungkin dia ingin memisahkan dirinya dengan Fino. Dia tidak ingin menimbulkan kerusuhan diantara anak jurusan Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi.
“Hai, Fin. Belum tidur?” sapa Nikita.
“Belom nih. Hahahaha…..” jawab Fino.
“Yaudah jangan tidur malem-malem ya. Aku tidur dulu, Fin.” kata Nikita canggung.
Ini bukan karena dia gugup bicara berdua sama Fino. Tapi ada hal yang mengganjal di hatinya. Dia seperti merasa dia berbicara dengan orang lain yang memakai tubuh Fino.
. . . . . .
Ketika mereka turun dari Gunung Salak Nikita tidak berada persis di belakang Fino melainkan Ali. Melalui pengamatan Nikita, Fino memang berubah menjadi seseorang yang tidak dia kenal. Seperti dia terlalu banyak tertawa padahal dulu dia adalah seorang yang terkenal jutek, dia juga sekarang sering menggunakan tangan kiri, dan banyak keanehan lainnya yang dirasakan Nikita. Dia juga merasa seperti bisa melihat ada aura lain yang berada pada tubuh Fino.
Sebenarnya bukan hanya Nikita yang merasakan kejanggalan pada tubuh Fino tetapi sahabatnya juga. Ali. Dia merasa Fino mejadi seperti kekanak-kanakan, menjadi gampang marah. Namun sama seperti Nikita dia hanya memendamnya dalam hati.
. . . . . .
Setelah pulang dari memanjat Gunung Salak, Ali dan Fino kembali sekamar dalam kos mereka. Tapi ketika sore harinya ketika Fino selesai mandi dia keluar begitu saja tanpa menggunakan handuk atau pakaian apapun pada tubuhnya. Tentu saja Ali kaget, tetapi dia tidak marah. Ali malah mengambil handuk untuk mengeringkan tubuh Fino. Ali jugalah yang memakaikan semua pakaian ke tubuh Fino termasuk pakaian dalam.
Karena Fino bertindak aneh akhirnya dia menginap ke kost dimana Ail berada dan meninggalkan Fino merenungkan perbuatannya semalaman.
. . . . . .
Setelah pulang dari memanjat Gunung Salak, Nikita langsung tertidur pulas tanpa mengganti pakaian terlebih dahulu. Namun dia bermimpi dia mendaki Gunung Salak sendirian, di sana dia bertemu kakek berjubah putih yang mengatakan dia harus berlari ke puncak gunung untuk menemukan sesuatu yang berharga bagi dirinya. Lalu dia menurut dan langsung berlari kencang menuju puncak gunung. Sesampainya di sana dia melihat ada seseorang yang membuat hatinya damai, seseorang yang memang dikenalnya.
“Fino?” panggil Nikita
“Niki, akhirnya kamu datang juga. Aku udah nungguin kamu daritadi soalnya waktu aku ga banyak.” ucap Fino sambil terseyum, tetapi di matanya tersirat kesedihan yang mendalam.
“Kamu ngapain disini sendirian?” tanya Nikita.
“Aku nungguin kamu.”jawab Fino tersenyum.
“ Kenapa nunggu aku?” tanya Nikita sedih.
“Karena kamu punya tugas disini.” Ucap Fino
“Tugas apa? Kenapa ga kamu yang ngerjain tugas kamu sendiri?” tanya Nikita.
“Karena emang kamu yang mesti ngelaksanain ini, Niki. Karena cuma kamu yang aku percaya buat ngelaksanain ini.” jawab Fino lirih sambil menyerahkan sepucuk surat.
“Ini surat apa?” tanya Nikita sambil ingin membuka surat itu.
Lalu dengan cepat Fino memegang tangan Nikita dan mengatakan “jangan buka di sini. Kamu buka setelah kamu bisa ngumpulin anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi.”
“Tidur? Tidur apa? Kita emang sedang di gunung kan. Ayo pulang sama aku, Fin. Aku mohon. Belakangan ini kamu aneh.” rengek Nikita.
“Karena emang itu bukan Fino, itu seseorang yang menyerupai Fino saja.” balas Fino cepat.
Dan meneteslah air mata Nikita dan berkata “Apa maksud kamu? Kamu jangan ngomong yang aneh-aneh. Ayo kita pulang.”
“Gabisa. Aku uah terperangkap disini.” bisik Fino.
“Tapi kalo gitu aku juga dong. Aku kan di samping sama kamu.” kata Nikita cepat.
“Beda. Kamu gabakal ngerti. Sudah sana cepat pergi.” Kata Fino tegas sambil melepaskan pegangannya.
“Tapi, tapi aku sayang sama kamu, Fin.” ucap Nikita begitu saja tanpa dia bisa mencegah. Tapi dia tidak malu. Dia lega bisa mengatakannya.
“Aku juga sayang sama kamu. Sayang banget malah. Tapi disana udah ada cowo yang lebih pantes dari aku. Cowo itu emang takdir kamu” ucap Fino tersenyum tapi di dalam mataya tersirat kepedihan yang mndalam ketika mengatakan itu.
“Tapi….” ucap Nikita terpotong karea tiba-tiba Fino mencium keningnya dan tiba-tiba saja dia seperti terpental. Dan langsung membuka mata dan merasakan kedua bola matanya basah. Mimpi itu seperti kenyataan baginya dan dia baru tersadar ketika di tangannya dia menggenggam sepucuk surat persis seperti yang diberikan Fino dalam mimpinya. Tambah banyak lah bulir air mata yang jatuh dari matanya.
Tepat pada saat itu lah pesan singkat berbunyi yang isinya mengatakan dia harus pergi ke tempat kost Fino.
Tanpa pikir panjang dia langsung berangkat dengan membawa sepucuk surat yang diberikan Fino tanpa mengganti bajunya terlebih dahulu, baginya masalah tentang Fino lebih penting dari pada penampilannya.
. . . . . .
Ketika sampai di sana keadan sudah ramai oleh mahasiswa kampus yang rata-rata dikenalnya. Dan pecahlah tangisan Nikita karena melihat Fino meninggal tidak wajar. Dari ujung kaki sampai leher Fino terikat oleh kain putih seperti seprai dan ada 3 garis seperti cakaran dari ujung pundak kiri sampai pinggang kanan. Isi lemari berserakan semua di lantai dan posisi lemari sudah tengkurap tidak pada tempatnya. Dan yang lebih tidak wajar di dinding yang tepat diatas kepalanya ada ceplakan tangan kiri Fino.
Lalu Nikita juga melihat Ali dibawa oleh polisi untuk dijadikan tersangka oleh polisi adalah Ali karena di tubuh dan pakaian Fino banyak terdapat sidik jarinya. Alhasil Ali lah yang dibawa ke penjara. Dan tepat ketika Nikita pingsan Anggara dan Bagas dengan sigap menangkapnya dan membopongnya ke dalam mobil.
Tak berapa lama Nikita siuman dan langsug saja menceritakan semua mimpi yang dialaminya pada Bagas dan Anggara tidak peduli mereka menganggap dirinya tidak waras atau apapun yang penting dia menceritakan dan memohon bantuan untuk mengumpulkan anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi. Dan ternyata mereka mempercayai ceritanya dan berjani akan membantu Nikita
. . . . . .
Pada hari itu juga Nikita masuk ke kelas jurusan Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil dia menceritakan sebagian kecil saja yang dialaminya supaaya mereka penasaran dan mengatakan ada surat yang diberikan Fino untuk mereka semua.Tentu saja disinni banyak pro dan kontra terhadap cerita Nikita, tetapi untungya dia dibantu oleh teman-temannya yang setia sehingga dengan tegar menceritakan itu. Alhasil tidak sedikit anak Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil yang bergabung.
Setelah itu, sore mereka berkumpul di aula untuk mendengarkan semua yang terjadi pada Fino dari Nikita. Nikita juga membacakan surat dari Fino dengan didampingi oleh Anggara, begini isinya:
Terima kasih buat teman-teman yang mau membaca dan mendengarkan surat yang saya buat ini baik anak Teknik Sipil maupun aak Ilmu Komuikasi. Pertama-tama saya ingin meminta maaf terhadap semua kesalahan saya terhadap kalian baik di sengaja maupun tidak. Karena manusia tidak luput dari dosa. Terlebih lagi saya ingin meminta maaf terhadap anak Ilmu Komunikasi karena sudah pasti saya mempunyai banyak kesalahan terhadap kalian. Lalu ada hal yang ingin saya utarakan kepada kalian saya mohon anak Ilmu Komunilasi dan Teknik Sipil berbaikan supaya tidak ada dendam diantara kita, supaya tali silaturami berjalan dengan baik. Saya benar- benar berharap kalian bisa berbaikan supaya arwah saya bisa tenang. Kemudian yang kedua saya ingin mengatakan bahwa Ali tidak bersalah atas pembunuhan saya, ini benar-benar di luar kuasanya. Dan biukti paling tepat adalah ketika saya mati terbunuh dia tidak ada di kamar bersama saya melainkan dia pindah ke kost Ail. Mohon bantuan teman-teman untuk menebusnya. Yang ketiga saya ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada Nikita Olivia karena mau membacakan surat ini dan sesungguhnya aku benar-benar menyayangimu tetapi sayangnya kita sekarang telah berbeda dunia. Nikita, tidakkah kamu menyadari bahwa ada orang yang juga sama sayangnya pada mu seperti aku menyayangimu. Dia adalah Anggara. Sahabat kamu semenjak SMA. Mengenai berita kematian saya biarlah ini menjadi rahaisa saya saja. Sekiranya haya itu yang dapat saya sampaikan. Terima kasih teman-teman. Saya sayang kalian semua.
TTD
Fino Aditya
Begitu semua mendengarkan pecahlah tangisan mereka semua dan tentu saja permusuhan antar jurusan Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi dapat terselesaikan. Dan Nikita juga sudah menemukan pendampingnya yaitu Anggara Adi.
Ya Fino ini semua terjadi berkat pengorbananmu. Walaupun kamu sudah tiada namamu tetap dikenang khususnya untuk anak Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil. Berita kematianmu juga sudah dipalsukan. Aku tau kamu akan menjadi bintang di langit dan disana kamu akan bersinar paling terang yang aka menerangi bumi selamanya.
Sesal
“Clar, mau gue cariin cowo ga? Dia anak motor loh.” kata Aulia sembari menunjukan DP bbm cowo yang di BBM.
“Engga ah, masih sayang sama yang lama. Kagalah, becanda doang.” balas Aulia sambil termenung di taman.
“Yaelah lau masih sama yang itu aja yang putus mah putus aja gausah dibahas, bikin sakit ati aja. Mending sama temen gue ini motornya Ninja.” sembur Aulia.
“Yaampun, ul gue gasuka sama cowok yang menang kendaraan doing. Lagian emang dia mau apa sama gue. Gue jelek gini.” sembur Clara sewot.
“Iya iya, woles woi woles. Gue paham lo gasuka sama yang cuma pamer kendaran. Dia suka pas ngeliat DP di BBM lo pas dia minjem HP gua.” balas aulia.
“Hahaha sorry ul kebawa emosi gue jadinya. Yaelah bilang aja DP gue editan. Aslinya jelek nyamuk aja sampe gamau deketin.” kata Clara. Setelah ngomong gitu ga sengaja dia kentut.
“Yaelah mana ada orang cantik ngakuin pasti jawabannya gitu semua. Aiih… Sumpah yak sebenernya lo cantik cuma gamau ngerawat diri aja. Itu lagi kentut sembarangan. Jorok elo mah. Najis dah jijik, bau yaa bau.” Ujar Aulia sambil nutup idung dan pegi menjauh.
“Ini kentutnya gabau ya yang bau itu kentut gapake suara. Lagian kalo ini kentut gue bau pasti gue duluan yang nyium. Lo kan tau idun gue dalem radius lima meter aja udah nyium bau. Sini elah jauh banget elunya. Lagian ngapain sih lama-lama di salon ini itu. Di apa-apain muka atau rambut atau kuku kaya ga ada kerjaan aje. Ini juga rambut di masker gra-gara nyokap ngancem motong uang jajan sama gaboleh main sama temen gue yang itu tuh yang kece semua. Hehe… Lagipula gapapa lah gue kan anaknya ga jaim jadi bebas. Lagipula lo tuh bukan orang pertama yang nyodorin gue cowo.” ungkap Clara panjang lebar.
“Yeh elo kapan jadi cewe sih? Dapet cowo yang gampang ilfeel aja baru kicep. Yaelah pedofil lu main sama anak SMP sama SD emang sih kece tapi kan itu masih bocah daripada lo, lo itu SMA oke? Itu karena kita kasian ngeliat lo masih aje nggalauin orang yang udah pergi. Emang kalo lo galauin dia bakal nyadar dan balik ke lo. Engga kan? Yauds lah.” omel Aulia panjang lebar karena udah risih ngeliat kelakuan temennya jadi makin parah.
“ Gue bakalan jadi cewe kalo gue udah nemuin seseorang yang bener-bener gue sayang. Lo inget kan gue waktu itu akhirnya pacaran dan gue malah nyakitin dia gara-gara gue masih sayang sama mantan .Lah? Kita? Kita darimana? Lo aja gakenal sama temen gue.Dia udah ngepromote gue sampe kontak gue jadi berapa ratus tau Kalo masalah temen gue SD sama SMP itu karena mereka asik diajak main apalagi basket sama futsal dan mereka itu jujur gimana gitu lucu aja dan satu hal terpenting mereka ga alay.” Jawab Clara agak ngelunak karena perhatian temennya itu.
“Terus kapan lo bisa sayang sama cowo? Mending sama temen gue yang ini dia anak futsal lagi. Yaa tapi kan intinya gue sama temen lo gamau ngeliat lo gini terus. Mana kerjaannya kalo di tembak cowo langsung panic nanya ke gue bacot banget.” Kata Aulia.
“Kapan yaa? Kapan-kapan deeh. Hehehe. Gamungkin suka Cuma dari ngeliat DP BBM ngawur ae kali itu cowok. Iya deh iya sebebas lo ngarang aja. Hahaha… Yaampun maaf, Ul lo kan tau gue gamau ngebuat mereka kecewa karena gue masih gini.” Ungkap Clara.
“Nyeh semerdeka lo semerdeka lo, Clar. Bisa aja, ga ada hal yang gamungkin di dunia ini. Tiada maaf bagimu Karessa. Hahaha. Yauds kita pulang yuk udah mau maghrib nih nanti anak mami yang satu ini diicariin lagi.” ujar Aulia.
“Yauds yuk pulang. Siapa anak mami? Ngga gue anak mami.” balas Clara dengan engggan sambil terus menatap ke awan yang sudah mulai berubah warna jadi jingga.
Dan memang ketika dua anak itu sudah sampai ke rumah adzan maghrib berkumandang dan mereka mulai menjalankan ibadah yang memang sudah seharusnya mereka lakukan.
. . . .
Hari ini sama seperti hari-hari sebelumya setelah selesai mengerjakan pekerjaan rumah aku hanya dapat memandangi sebuah foto yang sengaja aku simpan di laci meja belajar. Karena aku tau ini akan berakhir selamanya dan aku tidak akan pernah bisa move on dari dirinya, setidaknya itu pikiran yang terbesit di cewe itu saat ini. Foto yang dipandagi perempuan yang mengenakan baju biru tidak lain dan tidak bukan adalah dirinya sendiri Clara Ellainie bersama pacarnya atau lebih tepatnya mantan pacarnya yang memakai baju berwarna putih bernama Calvin Bram Dewanto.
Dan seperti malam sebelumnya aku hanya dapat menangis mengingat kembali kenangan itu bersamanya dan yang selalu dia katakan terhadap fotonya “Aku gamau cuma kenangan bersamamu yang menemaniku, aku maunya diri kamu seutuhnya yang menemaniku di kesenyapan malam ini dan malam seterusnya. Aku gapercaya ada yang bisa ngegantiin kamu di hati aku apalagi cuma lewat DP BBM. Mereka semua bohong, aku gapercaya mereka yang aku percaya cuma kamu. Tuhan aja ga aku percaya lagi sekarang gara-gara kamu ngomong sembarangan terus kamu kualat dan ninggalin aku sendirian disini. Padahal aku sayang banget sama kamu aturan Tuhan tau itu tapi dia tetep aja misahin kamu dari aku. Kamu pasti lagi enak sama pacar baru kamu ya yang namanya Talia Namira Ellainie. Itu kenapa sih dia namanya sama kaya aku? Ada Ellainie- Ellainie gitu. Atau kamu sengaja ya cari nama yang sama kaya aku ya, Vin? Kamu masih sayang aku kan? Kalo engga kenapa nama pacar kamu mirip nama belakang aku? Kamu inget ga janji pas kita putus katanya kamu gabakal ninggalin aku, kamu ga bakalan pacaran sama yang lain dan bahkan kamu juga bilang kalo aku yang bakalan pacaran duluan soalnya kata kamu aku gabetah kalo aku ga pacaran, tapi kamu setia nungguin aku. Itu kata kamu. Dulu. Dan aku selalu percaya itu loh aku gapacaran sama siapapun tapi kamu malah jadian sama Talia-Talia itu. Aku jadi gapercaya cowo dan Tuhan lagi sejak saat itu. Kamu tau? Ini semua salah kamu. Aku gini juga salah kamu, coba kamu gabikin aku sayang amat sama kamu pasti hasilnya ga gini. Aku bisa bebas dan aku ga benci sama Tuhan.” bisik Clara dan kemudian disusul beserta tangisannya yang seperti setiap malam terjadi. Kalo kamu pikir Clara munfik memang iya karena di depannya dia selalu bisa tertawa lepas bahkan disaat lelucon tergaring pun dia tertawa itu semua dia lakukan untuk menutupi kesedihan yang berada dalam hatinya.
. . . .
. . . .
Malam besoknya ketika dia ingin melakukan ritual mandangin foto mantannya tiba-tiba LED BBM Clara nyala dan bisa ditebak kalo itu pasti ada BBM. Dan yang tidak disangkanya itu BBM dari cowok yang dia ga kenal bernama Rendy Bagaskara dimulai dibuka percakapan nanya di DP yang mana Clara dan ternyata cowok itu asik juga pikir Clara, begitu perakapan diakhiri Clara benar-benar langsung tertidur. Dan dia melupakan ritual ngeliatin foto mantan pas sebelum dia tertidur. Padahal sebelumnya dia tidak pernah lupa seletih apapun Clara pasti dia akan melakukan memandangi foto mantan sebelum dia tidur dan mengucapkan hal yang sama sepert malam-malam sebelumnya. Ini merupakan hal yang baru setelah 7bulan dia bisa terbebas. Dan ini melupakan hal baru yang menarik perhatian Clara. Dia juga mulai menyadari bahwa dia sudah dapat dekat kembali dengan Tuhan dan mempunyai motivasi belajar dan jadi gasuka ngomel-ngomel pas disuruh belajar dan hal yang aneh adalah dia mulai badmood pas Rendy bales BBM lama atau sigkat-singkat ga seperti diawal pertama BBMan terus diem-diem ngesaveDp Rendy terus dan yang terpenting dia sudah tidak memandangi foto Calvin lagi.
. . . .
Clara terbangun tengah malam sambil menangis karena di dalam mimpinya ada sosok Rendy yang di dalam mimpinya satu sekolah dengan Clara dan mereka tiap hari bermain bersama dan pada suatu ketika ketika Clara dan Rendy lagi bermain Rendy mengatakan “Clar, kita udah gabisa sama-sama lagi aku udah punya gebetan baru yang lebih dari segalanya dari kamu.” Lalu Clara mengatakan “kamu pasti becanda. Iya kan? Bilang iya.” Rengek Clara. “engga aku gabecanda aku serius aku udah nulis inisial namanya di status aku namanya R aku juga pake emot peluk loh di status BBM aku, kamu liiat dong.” Ujar Ryandi sambil cengar cengir. Clara langsung mengecek status BBM Rendy dan benar statusnya udah ganti jadi R dan pake emot peluk, seketika itu juga Clara nangis dan terbangun dari mimpinya dan ngecek langsung ke BBMnya dan langgsung nangis dan dia terbangun lagi, begitu terus dia merasa sudah bangun pada alam mimpi dan sesungguhnya dia masih tertidur dan pada saat bangun yang ke lima kali dan ini baru benar-benar dia terbangun dan langsung ngecek BBM Rendy dalam keadaan menangis dan tidak ada status “R” disana tetapi air matanya terus mengalir seakan mimpi tadi kejadian nyata dan ketika dia melanjutkan tidur dia biarkan dia tidur sambil menangis karena dia tau dia tidak lama lagi tidak akan berteman atau bahkan bisa dekat kembali sama Rendy. Karena memang mimpinya yang seperti itu biasanya akan menjadi kenyataan.
. . . .
“Clar, kayaknya pas gue peratiin belakang ini kayaknya udah berubah ya. Jadi agak alim sama cewe gimana gitu walaupun lebih cewean gue sih. Tapi ini aneh loh sumpah baru 2 minggu yang lalu lo masih kaya cewe jadi-jadian bukan cowo jadi-jadian lagi.” kata Aulia.
“Anjir, cewe jadi-jadian serem banget. Tuhkan gini nih gini gue salah mulu dimata lo berubah jadi feminim salah masih tomboy salah. Mau lo apa hah?” tanya Aulia.
“Hahaha lagian aneh aja kali. Apa jangan bilang lo udah sayang sama orang soalnnya kalo lo suka gabakal berubah sampe separah ini.” Tanya Aulia lagi.
Lalu kemudian Clara menceritakan semuanya apa yang bener-bener dia alamin sedetail-detailnya sampe Clara juga cerita kalo misalnya demi Rendy dia rela cabut gigi 4 padahal kata dokternya 2 aja udah sakit apalagi 4. Itu Clara akuin buat ketemuan sama Rendy jadi dia sampe ngelakuin kaya gitu. Dan Clara juga cerita kalo Rendy itu facial sedangkan Clara aja boro-boro mau facial masuk ke salon aja kepaksa takut uang jajan dipotong sama engga dibolehin main. Makanya Clara juga udah mulai alim dan benerin kelakuan biar feminim dikit. Tapi dia tidak menceritakan mimpi yang dialaminye ke Aulia.
Setelah pengakuan Clara yang panjang lebar itu Aulia Cuma bisa ketawa dan bilang “Hahaha mampus lo baru minggu yang lalu gue ingetin eh udah kena. Emang lo belom pernah ketemu dia? Kok bisa suka? ”
“Gatau nih padahal gue Cuma liat DP BBMnya udah deg-degan aja. Yeee bacot, bukannya bantuin malah ketawain.” Umpat Clara.
“Mana sini coba liat. Ngahahaha lagian baru aja bilang gabakal bisa suka kalo Cuma liat DP BBM eh dia kena tulah. Mana coba sini gue liat fotonya yang lo ambili-ambil tanpa sepengetahuan yang punya. Ckckck klepto dasar” balas Aulia.
“Nih elah bacot lu jangan kenceng-kenceng suaranya. Mane to? Gue ga klepto ya.” Kata Clara sambil ngasih liat hasil foto colongannya.
“Lah serius ini kar? Mukanya kok ganti-ganti kadang kece sering jelek. Waah lo gila ya kar masih gantengan Edho atau Patrick atau Reinhard atau Febri.” Sembur Aulia.
“Serius. Anjing lo mah jangan ngatain gitu kek, gue kan ga liat dari muka. Cuma kadang pas badmood gue juga suka ngomong ini orang sebenernya manis doang tapi kok gue bisa suka. Dan gue suka ngeVn sendiri kata-kata gue buat ngeyakinin gue sebenernya bener-bener suka apa Cuma pelampiasan, kan gaenak gue. Ya gapapa lah pengalaman baru. Woi itu masih dibawah umur gue anggep mereka semua ade dan gue rasa mereka semua anggep gue gitu.” sembur Clara balik.
“Yakan gue cuma ngasih tau kar woles elah. Kalo emang lo suka sama dia yamau gimana lagi, gausah pake vn buat denger curhatan lo sendiri gue rasa L beneran suka sama dia. Keliatan kok. Gabisa gue paksain juga kali lo suka sama siapa? Yakin pada anggep elo kakak doag jangan-jangan ada yang lebih lagi. Tapi apa kata calvin kalo tau?” kata Aulia khawatir.
“Lah boam Calvin siapa gua? Dia udah ga ada hubbungan lagi sama gua. Kata lo kan yang udah udah aja jangan dibahas. Iya juga sih tapi kan ya gue Cuma mau mastiin doang. Elah jangan bahas ade-ade kesayangan gue dong,ul. Ganti topic aja atau ga mending bantuin gue bohong ke ortu kalo gue pergi ke MM sama lo biar bisa diizinin pulang malem gue.”kata Clara agak marah.
“Yaa woles lah, clar jangan pake emosi ngomongnya gue kaan Cuma khawatirin lo doang. Oke siiip bisa diatur terus kira-kira pulang malemnya lo itu jam berapa?” tanya Aulia.
“Iya maap maap abis emosi. Jam 7 paling lama gue bisa pulang malemnya.” kata Clara.
“Yow, woles. Ha? Jam 7? Itu malem buat lo? Astaga lo SMA apa SMP sih masa jam 7 pulang palinng lambat.”kata Aulia.
“Ya lo kan paham bokap gue galak, Ul jadi mau gimana lagi jam 7 udah paling lama yaaaa. Dan itu juga pake ditanya-tanya. SMA lah emang lo kira gue apa? SMP?” balas Clara.
“Oiyeee lupaa kalau kalau bokap lau galak. Engga gue kira lo SD. Hahahah.” ujar Aulia sambil becanda.
. . . .
Hampir semalaman Clara gabisa tidur gara-gara cuma mikirin besok ketemuan pake baju apa mesti ngapain aja pas ketemu. Karena hal ini hal yang baru buat Clara. Baru pertama kali ketemu sama orang yang gapernah ketemu tapi udah bisa suka. Namun ada perasaan gaenak akan mimpinya yang akan menjadi kenyataan. Namun akhirnya Clara bisa tertidur juga.
. . . .
“Boam ah gue jadi diri gue sendiri aja.” kata Clara di depan lemari pakaian.
“Pokoknya mesti jadi diri sendiri jangan jadi orang lain.” kata Clara lagi masih berbicara sendiri depan lemari pakaian.
“Tapi gue mesti pake baju apaan nih, hah?” tanya Clara kepada lemari pakaian.
Pokoknya sepanjang hai itu dia banyak ngomong sendiri dan dia mengerjakan pekerjaan rumahnya sekalian cari muka sama orang tuanya biar ga diomelin kalo pulang jam 8 walaupun jadwal pulang paling telat jam 7 sekalian nyari alesan pas diomelin nanti.
“Emang yakin nanti bakalan lancar? Kalo mimpi kamu jadi kenyataan gimana?” ujar sang bisikan.
“Engga gaboleh gitu, gue udah berubah demi dia, panic demi dia jadi feminism juga demi dia masa nanti ga jalan lancar.” kataku lirih.
“Ga ada yang gaboleh, hati-hati aja nanti salah ngirim VN.” kata bisikan lagi.
“Lah ngapain gue ngirim VN mending bbman.” ujar Clara yakin.
“Yaudah.” kata bisikan.
“yaudah.” ulangku.
. . . .
Jam 2 kurang 10menit Clara keluar rumah karena udah sesuai rencana, kalo Aulia bakalan ke rumah dan pura-pura ngajakin ke gramed MM supaya diizinin keluar. Lalu mereka menunggu di taman sampai Randy BBM Clara. Kira-kira begini isinya:
“Lo kesana duluan beli tiket film ini aja dulu nanti uangnya gue ganti deh. Jam 5 gue nyampe sana.”
Seketika itu juga Clara kaget soalnya dia gabakal boleh masuk rumah kalo pulang jam 8 lewat sedangkan film itu kira-kira 2jam ya, belom lagi macet. Langsug Clara VN Rendy isinya “maaf gabisa kalo jam segitu, kalo misalnya besok juga gabisa ada berenang di HS buat ambil nilai abis itu masang braket buat kawat kan soalnyaudah janji sama dokternya.” Dan ternyata yang ke kirim ke Rendy hasil Vn dia curhatan sendiri buat dia dengerin.
Seketika itu juga Clara panik dan tanpa mikir panjang ngedelcont Rendy dan ngeblokir dari twitter. Abis itu selanjutnya dia nyesel dan nangis dihadapan Aulia yang kebingungan liat tingkah temennya kaya orang gila karena dari seneng ke ketawa terus nangis tiba-tiba. Di saat itu Clara Cuma bilang “Ayo anterin gue ke rumah Edho sama Patrick buat minjem bola abis itu kita makan es krim. Gausah takut item.” Dan Aulia nurut karena ini satu-satunya yang bakalan buat Clara cerita sama dia.
Setelah masukin bola ke ring beberapa kali Clara nangis sejadi-jadinya depan Aulia dan dia jujur mulai dari mimpinya sampe bisikan yang ingetin dia tentang vn vn gitu. Aulia juga tau Clara punya “teman” yang cuma bisa dirasain sama Clara doang dan memang biasanya bisikannya selalu tepat. Waktu kunci lemari kelas ilang yang megang kunci lemari kelas langsung manggil Clara ke kelas dan kata-katanya bener kalo kuncinya itu ga ilang tapi dibawa sama temen sekelas yang lain dan itu memang benar kenyataannya. Jadi Aulia percaya bahwa kata-kata Clara ini bener-bener jujur.
. . . .
Clara sampai rumah jam 7 dia lelah dari siang main basket dan baru makan sekali hari ini tapi itu memang yang Clara cari. Dia emang lagi cari sakit dan itu dikabulkan. Bandannya panas. Bekas cabutan 4giginya masih keluar darah walaupun tinggal dikit tapi itu ga wajar karena seharusnya beberapa jam setelah pencabutan giginya darah sudah berenti, tapi jika belum kering lukanya dan bikin sakit gusinya harus dibawa ke dokter gigi lagi berhubung Clara males dan dia belom merasakan sakit, Clara diamkan saja giginya. Tapi setelah ngalamin kehilangan Rendy dia baru merasakan kalo ternyata gusi yang di sekitar gigi yg dicabut itu sakit. Yaa Rendy mungkin penyemangat hidup buat Clara tapi Clara sendiri yang buat Rendy pergi dan dia harus bisa nerima resikonya, sama seperti dia kehilangan Calvin dulu sembuhnya luka ini bakalan lama juga. Dan cara dia minta maaf dengan membuat sebuah cerita pendek agar laki-laki itu setidaknya mau memaafkan walaupun sudah tidak dapat berteman lagi.
The End.
Hari Pertama
"Ya, ini sekolah kita, Kesha" balas Kayla.
Lalu kita melangkah ke kelas dan mengambil tempat duduk paling depan, pasti. Bukannya tidak suka duduk di belakang tetapi ini suasana baru, linkungan baru sedangkan yang kukenal hanya Kayla teman sekolah menenga pertamaku. Sepertinya.
"Kita gapapa nih duduk di depan, Sha? tanya Kayla.
"Gapapa, lagipula ga ada yang kita kenal disini" kilahku.
Dan tak berapa lama bel berbunyi, selamat dari bantahan Kayla batinku. Setelah itu ada dua orang masuk ke kelas dan memperkenalkan diri bahwa mereka adalah kakak kelas pembibing kami selama Masa Orientasi Siswa ini berlangsung.
"Ya, adik-adik bawa topi dan dasi kalian kita akan mengadakan upacara" ucap salah satu dari kakak pembimbing.
Setelah upacara yang menurutku membosankan, karena isinya pasti penyambutan siswa baru, ucapan selamat masuk sekolah ini, dan lain-lainnya yang terdengar sangat membosankan.
. . . .
"Ya adik-adik kalian kan belum saling kenal nih, gimana kalau kalian memperkenalkan diri, dimulai dari sebelah sini yaa.." ujar kakak pembibing bersemangat.
"Nama saya Andi, saya dari sekolah menengah pertama....." ucap laki-laki itu dan aku tidak begitu memperhatikan, jelas, karena giliranku tinggal sebentar lagi untuk kebagian memperkenalkan diri.
"Nama saya Kesha, saya dari sekolah Oneninevi" ucapku sedikit bergetar, panik, gugup, itu yang kurasakan. Beda dengan Kayla yang percaya diri itu.
Setelah semua orang yang di dalam kelas memperkenalkan diri. Kakak-kakak pembimbing menunjuk laki-laki yang bernama Andi itu menjadi ketua kelas dan membebaskan dia untuk memilih sekertaris.
"Yang jadi sekertaris, yang itu kak yang pakai jam tangan hitam tiga dari pojok depan yang sebelah sana" ujar laki-laki itu dengan semangat.
Deg, itu aku, dia menunjukku untuk jadi sekertaris. Buru-buru aku menurunkan tangan suapaya tidak terlihat. Terlambat, kakak-kakak itu sudah melihat dan mereka setuju.
"Sial" umpatku dalam hati.
. . . .
"Tutup mata, semua mata ditutup, awas jangan ada yang ketauan ngintip" bentak kakak-kakak yang tiba-tiba datang dan marah-marah.
Suara mereka terdengar jelas di telingaku memarahi beberapa orang di ujung kelas karena masalah, rok ngatung, kaos kaki kependekan, dan entah suara apalagi, tidak begitu memperhatikan.
"Udah tenang aja kita ga galak kok" bisik suara disebelahku. Entah itu bisikan siapa karena mata masih harus dipejamkan sampai kakak-kakak galak itu hilang.
bersambung
Setitik Nila
Aku hanya dapat tersenyum ketika mendengarkan lagu “Tegar”
yang dinyanyikan oleh Rosa. Bagaimana tidak lagu itu mengingatkan kembali
kepada “sosok itu”. Ya sosok itu adalah dia, masa laluku. Dulu aku merasa
kata-kata cinta tidak harus memiliki adalah omong kosong, bagaimana tidak jika
kita mencintai seseorang berarti kita harus memiliki dan menjaganya di sisi
kita hingga selama-lamanya. Tetapi sekarang aku merasa kata-kata itu ada
benernya setelah semua hal itu terjadi.
“Aku pergi dulu ya sama bokap. Hp ditinggal di rumah” begitu
isi pesan yang kubaca.
“Yaaa, hati-hati ya” balas pesan singkatku.
Entah mengapa aku merakan hal yang mengganjal. Padahal tadi tidak begitu. Kemudian sebuah “bisikan” menghampiriku dan berkata.
“Kamu mempercayainya?”
“Percaya” batinku.
“Coba hubungi rumahnya” ucapnya.
“Untuk apa? Tak usah” elakku
“Kenapa? Kamu takut?”
“…” diam adalah jawabanku
Tak berapa lama aku mengambil HP dan segera jariku menari di atassa tombol-tombol angka, sudah hapal, tentu saja. Segera ada yang menjawab
“Hallo” ujar suara disebrang
“Hallo, Bruno ada?” tanyaku
“Pergi keluar katanya ke took buku” jawabnya
“Oh.. Yaudah, terima kasih” ucapku
Telfon tertutup.
Terkejut? Tidak. Aku telah mengetahui dari “bisikan.” Entah kekuatan itu dari mana kudapat dan sudah sejak lama. Beberapa sahabatku sudah mengetahui itu. Segera aku memutuskan melangkahkan kakiku ke rumah sahabat terdekat, sebagai anak tunggal aku tidak tahu lagi harus mencurahkan ini kepada siapa.
“Yaaa, hati-hati ya” balas pesan singkatku.
Entah mengapa aku merakan hal yang mengganjal. Padahal tadi tidak begitu. Kemudian sebuah “bisikan” menghampiriku dan berkata.
“Kamu mempercayainya?”
“Percaya” batinku.
“Coba hubungi rumahnya” ucapnya.
“Untuk apa? Tak usah” elakku
“Kenapa? Kamu takut?”
“…” diam adalah jawabanku
Tak berapa lama aku mengambil HP dan segera jariku menari di atassa tombol-tombol angka, sudah hapal, tentu saja. Segera ada yang menjawab
“Hallo” ujar suara disebrang
“Hallo, Bruno ada?” tanyaku
“Pergi keluar katanya ke took buku” jawabnya
“Oh.. Yaudah, terima kasih” ucapku
Telfon tertutup.
Terkejut? Tidak. Aku telah mengetahui dari “bisikan.” Entah kekuatan itu dari mana kudapat dan sudah sejak lama. Beberapa sahabatku sudah mengetahui itu. Segera aku memutuskan melangkahkan kakiku ke rumah sahabat terdekat, sebagai anak tunggal aku tidak tahu lagi harus mencurahkan ini kepada siapa.
.
. . . . . .
Terpengaruh emosi, kata-kata teman dan diri sendiri aku
memutuskan hubungan melalui jejaring sosial. Sama sekali tak berpikir panjang
akibat yang akan terjadi di kemudian hari. Karena aku memang melakukan apapun
berdasarkan emosi .
Setelah kejadian itu aku merasa letih, tidak aku merasa amat sangat letih dan melangkahkan kakiku menjuju rumah untuk beristirahat. Tetapi nyatanya yang terjadi adalah aku menangis, ya aku menangis atas keputusanku tadi, menangis karena membohongiku, dan menangis mengapa kau pergi bersama “dia”. Menangis membuat otak dan hati bertambah letih, tanpa terasadar aku tertidur.
Kemudian tak berapa lama dering SMS masuk membangunkanku.
“Tadi aku emang ke toko buku dan itu sendiri buat nenangin diri. Aku cape. Udahlah jangan lenje, jangan ngekang aku terus” begitu isi SMS yang kubaca.
Air mata mengalir kembali ketika membaca pesan singkat dari dia. Dia menyadari aku marah bukan karena berbohong tetapi karena “dia”. Sejujurnya aku ingin mengatakan “Maaf kalau aku ganggu. Maaf aku buat kamu cape. Maaf kalo aku lenje. Maaf kalo kamu ngerasa terkekang gara-gara aku.” Tapi yang aku katakan menjadi
“Oh terus kenapa? Gua peduli gitu lo cape? Maaf kalo gua lenje, gua cewe wajar lah. Maaf juga kalo gua selalu ngekang LO. Kan kita udah selesai jadi gabakal ada yang ngekang LO lagi.”
Munafik. Tetapi memang itulah yang terbaik, dia merasa terkekang kan kalau bersama, jadi walaupun merasa tak rela terpaksa seperti itu.
Kemudian sms terus berlanjut dan aku tetap munafik, berpura-pura marah padanya, padahal tidak. Memang, memang harus begini, membiarkan dia bebas. Dan memilih yang lain.
Setelah kejadian itu aku merasa letih, tidak aku merasa amat sangat letih dan melangkahkan kakiku menjuju rumah untuk beristirahat. Tetapi nyatanya yang terjadi adalah aku menangis, ya aku menangis atas keputusanku tadi, menangis karena membohongiku, dan menangis mengapa kau pergi bersama “dia”. Menangis membuat otak dan hati bertambah letih, tanpa terasadar aku tertidur.
Kemudian tak berapa lama dering SMS masuk membangunkanku.
“Tadi aku emang ke toko buku dan itu sendiri buat nenangin diri. Aku cape. Udahlah jangan lenje, jangan ngekang aku terus” begitu isi SMS yang kubaca.
Air mata mengalir kembali ketika membaca pesan singkat dari dia. Dia menyadari aku marah bukan karena berbohong tetapi karena “dia”. Sejujurnya aku ingin mengatakan “Maaf kalau aku ganggu. Maaf aku buat kamu cape. Maaf kalo aku lenje. Maaf kalo kamu ngerasa terkekang gara-gara aku.” Tapi yang aku katakan menjadi
“Oh terus kenapa? Gua peduli gitu lo cape? Maaf kalo gua lenje, gua cewe wajar lah. Maaf juga kalo gua selalu ngekang LO. Kan kita udah selesai jadi gabakal ada yang ngekang LO lagi.”
Munafik. Tetapi memang itulah yang terbaik, dia merasa terkekang kan kalau bersama, jadi walaupun merasa tak rela terpaksa seperti itu.
Kemudian sms terus berlanjut dan aku tetap munafik, berpura-pura marah padanya, padahal tidak. Memang, memang harus begini, membiarkan dia bebas. Dan memilih yang lain.
. . . .
Sudah sekitar 1 bulan berlalu sejak kejadian itu. Tandanya
esok adalah 11month failed anniv bersamanya. Setengah sadar jemariku menari di
tombol-tombol telpon genggamku.
“Hei HFA 11 month. Gue kangen banget pengen ketemu lo. Semur-umur gue ga pernah kaya gini dan ini semua gara-gara lo.”
Tetapi munafik itu datang kembali sehingga menjadi
“Hei HFA 11month ya.”
“Hei HFA 11 month. Gue kangen banget pengen ketemu lo. Semur-umur gue ga pernah kaya gini dan ini semua gara-gara lo.”
Tetapi munafik itu datang kembali sehingga menjadi
“Hei HFA 11month ya.”
Tamat
Malam ini tidak ada bulan tetapi aneh para bintang menampakan dirinya
seperti menyetujui rencanaku. Aku dan rencanaku akan dilaksanakan malam
ini.
Setelah selesai makan malam aku segera meletakan piring yang kugunakan tadi kemudian mencucinya. Tentu saja itu termasuk rencana agar bisa diperbolehkan main bersama mereka.
Setelah melangkahkan kakiku menuju jalan yang aku ingin tuju, aku bertemu salah satu dari mereka. Kemudian aku bertanya
"Hei, mau kemana??"
"Kerumah lo lah, kemana lagi?" balas Rex
"Ha? Jangan, bokap gue nanti malah marah terus nanti gabisa main"
"Maaf deh, yaudah naik" balas Rex lagi
Tanpa berbasa-basi lagi aku menaiki motornya. Lagipula sudah tidak ada "dia" si masa lalu yang melarangku berboncengan dengan laki-laki lain.
Setelah tiba di tempat tujuan, Rando tiba terlebih dahulu. Merasa tidak enak karena membuat Rando menuggu aku berkata
"Do, maaf yaa gue lama"
"Gapapa, woles aja sama gue"
"Maaciw do. Oiya Re beli petasan yuk, tapi lo yang nyalain gue ga pernah main petasan. Hehehe..."
"Iyaudah ayuk beli sekarang"
"Eeeeeh... Jangan sekarang juga Re masih ada bokap, nanti kalo ketauan gue bisa diomelin, ntran aja 15menitan lagi"
"Yaudah gue jemput Tian dulu deh. Do, gue jemput Tian dulu"
"Yaudah, ajak aja biar rame"
Setelah Rex pergi aku membuka percakapan dengan Rando, karena aku memang tidak suka keheningan yang terlalu lama.
"Ian mana?"
"Gatau, tadi katanya Tristian ke TMII katanya sebentar, tapi belom balik-bailk"
"Ooh"
Bingung harus berkata apalagi aku mengeluarkan komik Tsubasa Reservoir Chornicle punyaku dan membacanya. Lalu tak berapa lama.
"Itu komik apa?" tanya Rando
"Ini Tsubasa Reservoir Chornicle"
"oooh coba liat deh"
"Ini" kataku sambil menyerahkan komik.
Hening kembali datang, untungya tak berapa lama Rex datang membawa temannya. Aku pada saat itu belum mengenal temannya yang bernama Tian itu jadi aku lebih memilih diam saja.
"Re, beli petasan yuk"
"Yaudah ayuk"
"Tapi gue gatau jenis petasan, nyalain aja ga ngerti"
"Yaelah yaudah pergi bareng-bareng aja" ucap Rando.
Aku menaiki motor Rex. Rando menaiki motor temannya yang bernama Tian. Selama di perjalanan aku terdiam. Berhubung jalan yang kulewati unutk membeli petasan berportal jadilah kita menyepakati aku dan Tian yang menunggui motor sementara Rex dan Rando membeli petasan. Ingin rasanya menyapa temannya Rando dan Rex itu tapi berhubung dia terlihat pendiam kuurungkan niatku dan berdiam diri. Untung Rando dan Rex datang..Segera kami kembali ke tempat semula.
"Oiya ga punya korek ya?" tanya Rex
"Tinggal beli gope ini" balas Rando
"Tau gope doang" balas Tian
Lalu Rando mengeluarkan uang dan menyerahkan kepada Rex untuk membeli korek. Disaat seperti ini aku kemudian bertanya.
"Do, anjing lo mana?"
"Itu lagi ke warung beli korek" jawab Rando dengan muka polos.
Langsung tanpa aba-aba aku, Tian dan Rando tertawa keras. Rex mendengar tertawa kami lalu bertanya
"ada apaan?"
dan serentak kami menjawab
"Gapapaaaaaa"
****
"Kita nyari batu nih buat ganjel petasan jangwe"
"Arahin kesana aja"
"Kena rumah dong"
"Keatas aja"
:kena kita laah, pinter banget"
Setelah berdebat akhirnya mereka mereka memasang petasan. Karena aku tidak mengerti bagaimana menyalakannya jadi aku hanya melihat mereka berdebat. Di dalam hati aku bersyukur bisa bermain dan mengenal mereka. aku juga masih mengingat pertemuan pertama bersama mereka. Permulannya hanya mengenal Rando, Rex, Cedrick, dan Tristian tapi akhirnya aku hampir mengenal teman-teman mereka. Tapi sejak kejadian itu. Aku harus bisa menjaga jarak dari mereka, Tapi tak apalah.
Tak berapa lama Lia lewat. Terkejut memang mengingat janjiku. Segera aku menghampiri Lia dan kami berbicara
****
Setelah aku selesai berbicara dengan Lia. Aku kembali ke tempat tadi. Sumgguh aku merasa tidak enak terhadapnya. Walaupun dia tidak berkata apapun. Tapi dalam hati dan dari sorot matanya dia terlihat kecewa.
****
Lalu datang lagi beberapa orang. Orlando, Moses, dan Raldo. Karena aku belum begitu mengenal mereka, aku termanggu memperhatikan. Kemudian kami bermain petasan kembaliu. Lalu Moses menghampiriku dan berkata
"Mau permen ga?"
"Engga ga suka permen. Hehe" tolaku dan itu memang kenyataan, lalu Rando datang dari kejauhan dan langsung merebut dari tangan Moses dan pergi meninggalkan aku dan Moses untuk membagikan permen kepada yang lain.
Terlihat kekecewaan dari mukanya, tetapi dia belum menyerah dia mengeluarkan lagi beberapa batang coklat.
"Mau coklat ga? Masa ga suka coklat juga?"
"...."
"Gue mau coklat, mos. Mana?" sambar Rando lagi sambil merebut coklat.
"Yaaah.. Masa lo embat juga"
"Hehehe.... Gapapalah" ucap Rando sambil membagi-bagikan coklat.
Aku hanya bisa tertawa melihat kejadian lucu ini..
Ya Fino ini semua terjadi berkat pengorbananmu. Walaupun kamu sudah tiada namamu tetap dikenang khususnya untuk anak Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil. Berita kematianmu juga sudah dipalsukan. Aku tau kamu akan menjadi bintang di langit dan disana kamu akan bersinar paling terang yang aka menerangi bumi selamanya.
Mereka
Setelah selesai makan malam aku segera meletakan piring yang kugunakan tadi kemudian mencucinya. Tentu saja itu termasuk rencana agar bisa diperbolehkan main bersama mereka.
Setelah melangkahkan kakiku menuju jalan yang aku ingin tuju, aku bertemu salah satu dari mereka. Kemudian aku bertanya
"Hei, mau kemana??"
"Kerumah lo lah, kemana lagi?" balas Rex
"Ha? Jangan, bokap gue nanti malah marah terus nanti gabisa main"
"Maaf deh, yaudah naik" balas Rex lagi
Tanpa berbasa-basi lagi aku menaiki motornya. Lagipula sudah tidak ada "dia" si masa lalu yang melarangku berboncengan dengan laki-laki lain.
Setelah tiba di tempat tujuan, Rando tiba terlebih dahulu. Merasa tidak enak karena membuat Rando menuggu aku berkata
"Do, maaf yaa gue lama"
"Gapapa, woles aja sama gue"
"Maaciw do. Oiya Re beli petasan yuk, tapi lo yang nyalain gue ga pernah main petasan. Hehehe..."
"Iyaudah ayuk beli sekarang"
"Eeeeeh... Jangan sekarang juga Re masih ada bokap, nanti kalo ketauan gue bisa diomelin, ntran aja 15menitan lagi"
"Yaudah gue jemput Tian dulu deh. Do, gue jemput Tian dulu"
"Yaudah, ajak aja biar rame"
Setelah Rex pergi aku membuka percakapan dengan Rando, karena aku memang tidak suka keheningan yang terlalu lama.
"Ian mana?"
"Gatau, tadi katanya Tristian ke TMII katanya sebentar, tapi belom balik-bailk"
"Ooh"
Bingung harus berkata apalagi aku mengeluarkan komik Tsubasa Reservoir Chornicle punyaku dan membacanya. Lalu tak berapa lama.
"Itu komik apa?" tanya Rando
"Ini Tsubasa Reservoir Chornicle"
"oooh coba liat deh"
"Ini" kataku sambil menyerahkan komik.
Hening kembali datang, untungya tak berapa lama Rex datang membawa temannya. Aku pada saat itu belum mengenal temannya yang bernama Tian itu jadi aku lebih memilih diam saja.
"Re, beli petasan yuk"
"Yaudah ayuk"
"Tapi gue gatau jenis petasan, nyalain aja ga ngerti"
"Yaelah yaudah pergi bareng-bareng aja" ucap Rando.
Aku menaiki motor Rex. Rando menaiki motor temannya yang bernama Tian. Selama di perjalanan aku terdiam. Berhubung jalan yang kulewati unutk membeli petasan berportal jadilah kita menyepakati aku dan Tian yang menunggui motor sementara Rex dan Rando membeli petasan. Ingin rasanya menyapa temannya Rando dan Rex itu tapi berhubung dia terlihat pendiam kuurungkan niatku dan berdiam diri. Untung Rando dan Rex datang..Segera kami kembali ke tempat semula.
"Oiya ga punya korek ya?" tanya Rex
"Tinggal beli gope ini" balas Rando
"Tau gope doang" balas Tian
Lalu Rando mengeluarkan uang dan menyerahkan kepada Rex untuk membeli korek. Disaat seperti ini aku kemudian bertanya.
"Do, anjing lo mana?"
"Itu lagi ke warung beli korek" jawab Rando dengan muka polos.
Langsung tanpa aba-aba aku, Tian dan Rando tertawa keras. Rex mendengar tertawa kami lalu bertanya
"ada apaan?"
dan serentak kami menjawab
"Gapapaaaaaa"
****
"Kita nyari batu nih buat ganjel petasan jangwe"
"Arahin kesana aja"
"Kena rumah dong"
"Keatas aja"
:kena kita laah, pinter banget"
Setelah berdebat akhirnya mereka mereka memasang petasan. Karena aku tidak mengerti bagaimana menyalakannya jadi aku hanya melihat mereka berdebat. Di dalam hati aku bersyukur bisa bermain dan mengenal mereka. aku juga masih mengingat pertemuan pertama bersama mereka. Permulannya hanya mengenal Rando, Rex, Cedrick, dan Tristian tapi akhirnya aku hampir mengenal teman-teman mereka. Tapi sejak kejadian itu. Aku harus bisa menjaga jarak dari mereka, Tapi tak apalah.
Tak berapa lama Lia lewat. Terkejut memang mengingat janjiku. Segera aku menghampiri Lia dan kami berbicara
****
Setelah aku selesai berbicara dengan Lia. Aku kembali ke tempat tadi. Sumgguh aku merasa tidak enak terhadapnya. Walaupun dia tidak berkata apapun. Tapi dalam hati dan dari sorot matanya dia terlihat kecewa.
****
Lalu datang lagi beberapa orang. Orlando, Moses, dan Raldo. Karena aku belum begitu mengenal mereka, aku termanggu memperhatikan. Kemudian kami bermain petasan kembaliu. Lalu Moses menghampiriku dan berkata
"Mau permen ga?"
"Engga ga suka permen. Hehe" tolaku dan itu memang kenyataan, lalu Rando datang dari kejauhan dan langsung merebut dari tangan Moses dan pergi meninggalkan aku dan Moses untuk membagikan permen kepada yang lain.
Terlihat kekecewaan dari mukanya, tetapi dia belum menyerah dia mengeluarkan lagi beberapa batang coklat.
"Mau coklat ga? Masa ga suka coklat juga?"
"...."
"Gue mau coklat, mos. Mana?" sambar Rando lagi sambil merebut coklat.
"Yaaah.. Masa lo embat juga"
"Hehehe.... Gapapalah" ucap Rando sambil membagi-bagikan coklat.
Aku hanya bisa tertawa melihat kejadian lucu ini..
Semua Berkatmu
Nikita tersenyum-senyum
sendiri di depan cermin ketika melihat rambutnya dikuncir dua, dengan
mengalungkan sebuah papan nama yang terbuat dari kardus dan berbentuk telepon
dengan tulisan berisi nama, jurusan, nama ejekan. Dia juga mengalungkan sebuah
tas yang terbuat dari karung beras dan tali raffia. Namun setelah tersadar dari
lamunannya dia segera berlari keluar kamar untuk menemui sahabat cowonya,
Anggara. Untuk berangkat ke universitas bersama. Nikita tertawa melihat Anggara
karena sahabatnya mengenakan atribut lebih aneh daripada dia. Tapi tetap saja
sahabatnya terlihat lebih dewasa dari biasanya dan memiliki lesung pipit yang
amat dalam, yang membuat dia terlihat semakin manis.
“Apa siih, Nik? Liatnya gitu
banget? Tambah ganteng kan gue?” tanya Anggara.
“Hah? Apa? Gasalah? Engga,
ewh pede amat.” jawab Nikita. Padahal sesungguhnya dalam hati berdebar-debar.
“Alaaah…. Ngaku aja deh, aku
tuh kenal kamu bukan baru kemarin ya tapi, udah dari 3tahun yang lalu.” kata
Anggara kepedean.
“Bawel deh yaaa, udah ah
nanti kita telat ospek bisa gawat” elak Nikita.
. . . . .
.
Mereka
datang tepat waktu. Iya tepat banget sampe pas bel. Kemudian Nikita dengan
sigap turun dari motor dan berlari ke kelas untuk menaruh tas. Dan tak berapa lama
Anggara menyusul dan menaruh tasnya disebelah tas Nikita.
“Gokil
nyaris telat kita, Nik.” Kata Anggara
“Iya
tau, Gara. Udah deh mending kita ke lapangan udah pada baris tuh, mampus kita
kalo ketauan masih disini.”ucap Nikita panik.
Bersyukurlah
mereka dewi fortuna kelihatannya berpihak pada mereka, sehingga mereka tidak
ketahuan. Dan mereka dengan tertib mengikuti peraturan-peraturan yang berlaku,
karena mereka tahu jika mereka tidak mengikuti peraturan maka mereka harus
berhadapan dengan kakak ospek.
“Ini
sebenarnya peraturan tidak tertulis tapi ini sudah menjadi peraturan turun
temurun yang harus di patuhi kalau kalian tidak mau kena masalah. Coba tolong
kasih tau kak Bara, biar mereka pada paham.” teriak Kak Tasya.
“Oke,
siap Ka Tasya, jadi sebenernya peraturan ini ga tertulis di buku peraturan tapi
kita memang harus mematuhi peraturan ini jadi peraturannya itu anak Ilmu
Komunikasi tidak boleh pacaran sama anak Teknik Sipil, alasannya kakak juga
gatau tapi itu emang yang sudah diterapkan dari dulu. Jadi kalo ada yang
coba-coba pacaran sama anak Teknik Sipil pasti bakalan beradapan sama alumni
Ilmu Komunikasi dan alumni Teknik Sipil juga.” terang Kak Bara.
Dan
dengan diumumkannya peraturan ini ricuh lah anak-anak yang baru di ospek karena
beberapa dari mereka pacarnya berbeda jurusan. Tapi peraturan tetaplah
peraturan dan mereka tetap menjalaninya mau ga mau, suka ga suka. Walaupun
dalam pikiran Nikita dimana ada peraturan pasti disana ada pelanggaran. Dan
harapannya dia bisa mematahkan peraturan, dari pikiran dan harapan Nikita
itulah Tuhan sudah merancang hal yang tentu masih misteri.
.
. . . . .
Ketika melihat
papan nama yang terpampang di mading, Nikita dan Anggara terkejut karena mereka
tidak seregu di organisasi pecinta alam. Tentu saja Nikita panik karena sejak
SMA mereka selalu sekelompok, itulah yang membuat mereka bersahabat sampai
sekarang. Masalahnya lagi di regu Nikita ada Fino, anak teknik sipil semester 2
yang terkenal galak banget sama anak Ilmu Komunikasi. Dan yang lebih parah lagi
di regunya hanya 1 anak yang sejurusan sama dia dan itupun dia gatau yang mana
anaknya. Kalaupun dia minta mundur dari kelompok pecinta alam itu tidak mungkin
karena mereka akan segera berangkat ke Gunung Salak dan lagipula dia juga
gengsi. Jadilah dia berjalan sendirian ke tempat regunya berkumpul.
“Hai kenalin nama aku Nikita Olivia
dari jurusan Ilmu Komuikasi” ucap Nikita.
“Oh anak
Ilmu Komunikasi, Fino Aditya anak Teknik Sipil” ucap Fino jutek.
Agak takut
juga Nikita denger suara Fino yang jutek gitu. Tapi dia sembunyiin itu dengan
senyuman. Hal itu yang membuat Fino kagum.
“Hai
Niki, aku Ali sejurusan sama Fino tapi tenang aku ga sejutek Fino kok, oiya itu
Ail sejurusan juga sama aku dan Fino.”ucap Ail.
“Hello,
Nik. Aku Alifah anak jurusan Hubungan Internasional disini sama Cia dan Bagas.”
kata Alifah.
“Hai,
Ta. Aku Rensyah dari jurusan Fakultas Ekonomi disini sama Aul.” Ucap Rensyah
ramah.
“Nikiiii,
kita sejurusan loh. aku Aysha.” ucap Aysha sambil tersenyum.
Perkenalan
ini melegakan karena menurut Nikita yang benci sama dia hanya Fino seorang.
Tapi siapa sangka dari benci menjadi cinta.
Di
perjalanan Nikita mulai merasa bosan karena memang dia anak yang sejujurnya
gabisa diam. Nikita melihat ke sekelilingnya untuk mencari teman yang bisa
diajak berbicara tapi, semuanya sudah memasang muka letih, kecapaian. Justru
manusia satu-satunya yang paling segar bugar adalah Fino. Takjub juga Nikita,
karena Fino membawa beban lebih berat daripada dirinya dan teman-temannya tetapi
malah dia yang paling bersemangat, sepertinya dia sudah menyatu dengan keadaan
sekitar, seperti sudah menyatu dengan alam. Dan yang agak di sesali dari
penelitian mengamati Fino adalah dia harus mengakui Fino adalah lelaki tampan
dan manis, badannya kekar, dan bila tersenyum dia memiliki lesung pipit yang
dalam seperti Anggara, serta dia juga memiliki kumis tipis.
Di lain
pihak sebenernya Fino juga memperhatikan Niki, karena gadis itu terlihat
menarik di matanya, dia mempunyai rambut yang lurus dan indah, tetapi ketika
dia melepas gaya kuncirannya yang asal-asalan itu, rambutnya terlihat ikal
walaupun Cuma sebentar. Badannya kecil dan ramping tetapi berisi, tidak seperti
perempuan kebanyakan. Lalu mukanya yang imut tidak menunjukan dia sudah kuliah
melainkan gadis yang baru memasuki SMA dan dia juga terlihat bersahabat.
Sesekali Fino memergokinya sedang memperhatikan dirinya, walaupun dengan cerdik
gadis itu menyembunyikannya dengan berpura-pura memperhatikan sekawanan burung
atau keadaan sekitar. Fino mengakui semua yang ada diri Nikita menarik
perhatiannya. Tetapi yang disayangkan gadis itu anak Ilmu Komunikasi, Fino
segala konsekuensinya bila anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi berpacaran.
Tetapi
Tuhan tidak tidur dan tidak membiarkan Fino dan Nikita terus memperhatikan dari
jauh lebih lama lagi. Tiba-tiba di perjalanan Cia sakit, segeralah Ali
membopong Cia dan dengan senang hati Nikita menawarkan membawakan barang bawaan
Cia
“Ciaaa,
biarin aku yang bawa barang bawaan kamu ya. Kasian kalo Ali soalnya dia udah
gendong kamu.” ujar Nikita bersemangat.
“Iya,
Nik. Makasi ya.” ujar Cia lemas
“Eeehh
gaboleh Niki kamu cewe biarin kita aja yang bawa.”ucap Fino, Ail, Bagas, dan
Rensyah berbarengan.
Jadilah
Nikita cuma membawa kotak kesehatan, itupun dia terlihat kurang puas.Fino jadi
heran kenapa itu perempuan malah ga seneng ngebawa barang dikit. Tapi itu juga
yang membuat Nikita dapat nilai lebih di mata Fino karena, jarang banget cewe
mau repot biasanya malah cewe yang ngerepotin. Beruntung mereka sudah dekat
dengan pos peristirahatan. Jadi mereka bisa beristirahat dan merawat Cia.
Fino dan
Nikita mendapat tugas membuat makan makan malam dan tentu saja mereka harus
mencuci beras terlebih dahulu di sungai. Tentu saja ini menggembirakan Fino
karena mereka mendapat waktu berdua saja.
“Eh.”panggil
Fino.
Nikita sebenarnya terkjut ketika disapa oleh
Fino tapi segera menyembunyikan keterkejutannya “Apaya ah eh ah eh, punya nama
kali.” jawab Nikita.
“Yeeeh
songong ya.” balas Fino.
“Oiya
lupa lebih tua Fino ya, kalo gitu tolong dong om Fino bikini nasi.” canda
Nikita.
“Tua
banget yaa, masa Fino jadi om om. Sini deh Fino yang cuci beras sama bikini
nasi“ kata Fino.
“Oiya
aturan kakek Fino ya? Yaudah maafin Niki ya kakek Fino. Asik baik banget kakek
Fino” canda Nikita.
“Diem
deh, mau nanya nih Fino.” kata Fino sok serius.
“Nanya
apa, Fin?” tanya Nikita serius.
“Kok
anak kuliah badannya setinggi Niki sih? Ini mah badan anak SMA.” Tanya Fino
sambil tertawa.
“Eh berani
yaaa ngeledekin Niki, nanti kalo udah setinggi Fino bakalan nyesel deh ga
ngledekin Niki lagi.“ ucap Niki
“Hahaha
mana bisa, dasar anak kecil. Nih bantuin bawain ke perkemahan kasian tau udah
pada kelaperan, eh kita malah keasikan disini.” Ujar Fino
“Oiya,
bener juga. Tumben Fino pinter pasti tadi abis kepentok pohon.” ucap Niki
sambil tertawa.
“Iya aja
deh sama anak SMA, nanti kalo ngomong engga nangis lagi.” kata Fino sambil
ngerangkul Niki.
Tentu
saja ini membuat Niki berdebar tetapi dia diam saja. Dia akui dia senang juga
dirangkul Fino.
Di balik
kejadian itu semua ada yang memperhatikan mereka berdua dengan hati perih dan
hanya bisa memendam itu semua. Sama seperti dulu yang hanya bisa menjadi
pengagum rahasia saja.
Sepanjang malam regu mereka
bergantian menjaga Cia. Untungnya keesokan paginya Cia pulih dan tentu saja dia
berterima kasih karena teman-teman seeregunya mau merawat dia semalaman.
. . . . .
.
Tentu saja sejak kejadian
semalam Fino dan Nikita sudah tidak lagi diam-diaman seperti dulu, mereka
sekarang terlihat lebih sering bersama. Selama beberapa hari ini pasti dimana
ada Fino disitu ada Nikita. Ali sebagai sahabat Fino dan Ail sebaga teman
sejurusan 2semester tentu saja menyadari itu dan mereka ingin mengingatkan Fino.
“Fin, lagi deket sama Nikita
ya?” tanya Ali.
“Hah? Engga kok masa iya aku
dekett sama anak Ilmu Komunikasii.” jawab Fino
“Fin, kita kenal ga baru
kenal kemaren loh, udah dari SMA. Tau kan peraturan anak Teknik Sipil sama anak
Ilmu Komunikasi. Jurusan itu udah ga akur. Terus…”
“Iya tau kok. Gausah
dijelasin juga udah paham.” potong Fino.
“Yaudah kalo kamu tau, Ali
cuma ngingetin doang, Fin. Gausah potong perkataan dia. Kita yang tau sih
gapapa tapi kalo beritanya nyebar terus ketauan sama anak Teknik Sipil dan Ilmu
Komunikasi bahaya.” sembur Ail.
Tidak jauh darisitu berdiri
Nikita mendengarkan semua pembicaraan. Dia tau kedekatannya akan membuahkan
masalah. Dia tau dia egois karena ingin memili Fino seutuhnya. Apakah salah
jika kedua orang yang saling jatuh cinta ingin bersama. Apa yang bakalan terjadi seandainya mereka terus
melanjutkan perasaannya. Coba kalau mereka yang berada di posisinya apa mereka
mau meninggalkan orang yang di cintai hanya untuk permasalahan yang bukan
masalahnya. Tapi dia gamau egois, dia gamau semua keadaan ini menyakiti Fino.
Meskipun rasa sayangnya hanya untuk Fino.
. . . . .
.
Setelah regu Fino telah
sampai di puncak Gunung Salak dia ingin menyatakan perasaannya sama Nikita. Dia
ga perduli kalau dia harus berhadapan sama semua angkatan Teknik Sipil maupun
Ilmu Komunikasi. Ini perasaannya dia yang akan menjalani hubungan ini, mereka
tidak ada hubungannya sama sekali dengan kehidupannya di masa depan serta
pendamping hidupnya.
“Alifa, kamu liat Nikita
ga?” tanya Fino.
“Aku galiat Fin. Sorry.” jawab
Alifah.
“Oke gapapa, Fa.” balas
Fino.
“Asya, liat Nikita ga?” tanya
Fino.
“Galiat, Fin. Emang kenapa?”
kata Asya
“Gapapa. Nanya doang kok.” kata
Fino.
“Rensyah, Bagas liat Nikita
ga?” tanya Fino mulai panik.
“Engga lah, biasanya kan
sama kamu.” jawab Bagas disertai anggukan Rensyah.
“Ga sama aku. Udah aku
cari-cari kemana tapi ga ada nanya ke yang lain juga ga ada yang tau.” jawab
Fino panik.
“Tenang-tenang mungkin dia
di regu Anggara.” kata Rensyah menenangkan.
“Nah iya itu bisa jadi.” kata
Rensyah juga ikut meyakinkan Fino.
“Yaudah kamu tengok sana ke
regunya Anggara.” kata Rensyah.
“Ga mungkin. Regu mereka
belom tiba.” ucap Ail secara tiba-tiba.
“Serius? Sumpah jangan bikin
panik.” kata Fino pucat pasi.
“Serius. Yaudah ayo kita
lapor ke kakak pembinanya .” kata Ail juga mulai panik.
Kemudian mereka pergi
melapor ke kakak Pembina. Tentu saja mereka kena omelan karena dianggap lalai
memperhatikan teman seregu. Tapi regu tim pencari segera dibuat. Ketika mereka
sudah siap-siap pergi. Tiba-tiba saja Anggara datang dan memukul Fino.
“Apa-apaan nih.” bentak Fino
“Nikita itu ilang gara-gara
kamu!!” bentak Anggara.
“Kok gara-gara aku?” bentak
Fino lagi.
“Karena dia mendengar semua
percakapan kamu, Ail dan Ali.” ucap Anggara penuh emosi dan ingin memukul Fino
kembali. Untungnya kakak Pembina datang dan melerai.
“Sudah-sudah kalau kalian
mau berkelahi pergi sana. Disini tim pencari bukan tim perusuh. Teman kalian
hilang malah bertengkar. Asal kalian tau itu tidak membuat Nikita datag
tiba-tiba tapi malah memperlambat pencarian.” ucapnya bijak.
“Iya kak, maafkan kami.” ucap
Fino dan Anggara berbarengan.
“Yasudah. Kalau kalian ingin
ikut mencari sebaiknya berangkat sekarang sebelum matahari terbenam.”
Kemudian mereka semua pergi
mencari Nikita di dalam hutan. Ketika Fino sedang mencari Nikita banyak pikiran
berkecamuk dalam pikirannya. Ditambah sakit yang diakibatkan bertengkar dengan
Anggra.
Dilain pihak Anggara juga
merasa tidak enak karena tiba-tiba memukul Fino. Sepertinya hal itu terjadi
dengan sendrinya tanpa dia memikirkannya. Diliriknya Fino dengan perasaan
bersalah.
“Fin, maafin aku tadi
tiba-tiba mukul kamu.” kata Anggara tulus.
“Iya gapapa kok aku tau aku
salah.” ucap Fino.
“Engga ini salah kita. Kita
lalai menjaga Nikita.” kata Anggara bersungguh-sugguh.
Fino diam bukan karena dia
tidak ingin berbicara dengan Anggara tapi kepalanya sangat sakit.
“Fin, kamu pucet. Kamu
sakit?” tanya Anggara cemas.
“Gapapa kok. Ini sakit
kepala biasa nanti juga sembuh. Lagian aku mesti cari Nikita.
“Jangan maksain kehendak
deh. Udah yuk kita lapor ketua.” Kata Anggara maksa. Hal ini lucu juga karena
Fino mengingat Nikita pernah mengatakan hal ini juga terhadap Cia ketika dia
sakit.
Akhirnya Fino nurut. Dia
bergegas pulang ke pos tempat peristirahatan.
. . . . .
.
Ketika regu tim pencari
sudah berangkat tak berapa lama datanglah Nikita bersama kakak Pembina di
rombongan terakhir. Ini tentu saja menggerimbakan semuanya dan mereka meyuruh
seseorang untuk memanggil kembali tim regu pencari.
:Nikitaaa… Kamu kemana aja?
Kita semua cemas mikirin kamu.” tanya Aul.
“Iya maaf ya tadi aku gaenak
badan jadi bareng kakak rombongan terakhir deh.” ucap Nikita merasa bersalah.
“Gapapa yang penting kamu
selamat.” ucap Alifah.
“Regu tim pencari kamu juga
lagi disuruh balik kok.” kata Cia.
“Maaf ya sekali lagi aku
bener-bener gaenak sama semuanya.” ucap Nikita malu.
. . . . .
.
Regu tim pencari sudah
kembali ke perkemahan dan Nikita mengucapkan banyak terima kasih dan permintaan
maaf karena merepotkan semuanya. Dia juga sudah berbicara dengan Anggara dan
meminta maaf karena Anggara sepertinya marah terhadapnya.
Semua orang telah kembali ke
perkemahan. Tetapi satu orang. Dialah Fino. Padahal dia seharusnya sudah tiba
duluan karena dia izin sakit ketika berada di tim pencari.
Setengah jam berlalu dan itu
mengkhawatirkan semua orang. Terlebih Nikita karena Fino sangat berarti
baginya. Dan ketika regu tim pencari ingin dibuat kembali datanglah Fino.
Semua itu menggembirakan
semua orang, termasuk Nikita. Karena kedatangan Fino berarti tidak ada masalah
yang mengkhawatirkan.
Lalu ketika hari menjelang
malam Nikita terbangun karena perasaannya tidak enak. Setelah dia meliha
sekelilingnya dia melihat Fino belum tidur dan segera menghampiri Fino untuk berbicara sekali lagi,
karena setelah ini mungkin dia ingin memisahkan dirinya dengan Fino. Dia tidak
ingin menimbulkan kerusuhan diantara anak jurusan Teknik Sipil dan Ilmu
Komunikasi.
“Hai, Fin. Belum tidur?”
sapa Nikita.
“Belom nih. Hahahaha…..”
jawab Fino.
“Yaudah jangan tidur
malem-malem ya. Aku tidur dulu, Fin.” kata Nikita canggung.
Ini bukan karena dia gugup
bicara berdua sama Fino. Tapi ada hal yang mengganjal di hatinya. Dia seperti
merasa dia berbicara dengan orang lain yang memakai tubuh Fino.
. . . . .
.
Ketika mereka turun dari
Gunung Salak Nikita tidak berada persis di belakang Fino melainkan Ali. Melalui
pengamatan Nikita, Fino memang berubah menjadi seseorang yang tidak dia kenal.
Seperti dia terlalu banyak tertawa padahal dulu dia adalah seorang yang
terkenal jutek, dia juga sekarang sering menggunakan tangan kiri, dan banyak
keanehan lainnya yang dirasakan Nikita. Dia juga merasa seperti bisa melihat
ada aura lain yang berada pada tubuh Fino.
Sebenarnya bukan hanya
Nikita yang merasakan kejanggalan pada tubuh Fino tetapi sahabatnya juga. Ali.
Dia merasa Fino mejadi seperti kekanak-kanakan, menjadi gampang marah. Namun
sama seperti Nikita dia hanya memendamnya dalam hati.
. . . . .
.
Setelah pulang dari memanjat
Gunung Salak, Ali dan Fino kembali sekamar dalam kos mereka. Tapi ketika sore
harinya ketika Fino selesai mandi dia keluar begitu saja tanpa menggunakan
handuk atau pakaian apapun pada tubuhnya. Tentu saja Ali kaget, tetapi dia tidak marah. Ali malah
mengambil handuk untuk mengeringkan tubuh Fino. Ali jugalah yang memakaikan
semua pakaian ke tubuh Fino termasuk pakaian dalam.
Karena Fino bertindak aneh
akhirnya dia menginap ke kost dimana Ail berada dan meninggalkan Fino
merenungkan perbuatannya semalaman.
. . . . .
.
Setelah pulang dari memanjat
Gunung Salak, Nikita langsung tertidur pulas tanpa mengganti pakaian terlebih
dahulu. Namun dia bermimpi dia mendaki Gunung Salak sendirian, di sana dia
bertemu kakek berjubah putih yang mengatakan dia harus berlari ke puncak gunung
untuk menemukan sesuatu yang berharga bagi dirinya. Lalu dia menurut dan
langsung berlari kencang menuju puncak gunung. Sesampainya di sana dia melihat
ada seseorang yang membuat hatinya damai, seseorang yang memang dikenalnya.
“Fino?” panggil Nikita
“Niki, akhirnya kamu datang
juga. Aku udah nungguin kamu daritadi soalnya waktu aku ga banyak.” ucap Fino
sambil terseyum, tetapi di matanya tersirat kesedihan yang mendalam.
“Kamu ngapain disini
sendirian?” tanya Nikita.
“Aku nungguin kamu.”jawab
Fino tersenyum.
“ Kenapa nunggu aku?” tanya
Nikita sedih.
“Karena kamu punya tugas
disini.” Ucap Fino
“Tugas apa? Kenapa ga kamu
yang ngerjain tugas kamu sendiri?” tanya Nikita.
“Karena emang kamu yang
mesti ngelaksanain ini, Niki. Karena cuma kamu yang aku percaya buat
ngelaksanain ini.” jawab Fino lirih sambil menyerahkan sepucuk surat.
“Ini surat apa?” tanya
Nikita sambil ingin membuka surat itu.
Lalu dengan cepat Fino
memegang tangan Nikita dan mengatakan “jangan buka di sini. Kamu buka setelah
kamu bisa ngumpulin anak Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi.”
“Tidur? Tidur apa? Kita
emang sedang di gunung kan. Ayo pulang sama aku, Fin. Aku mohon. Belakangan ini
kamu aneh.” rengek Nikita.
“Karena emang itu bukan
Fino, itu seseorang yang menyerupai Fino saja.” balas Fino cepat.
Dan meneteslah air mata
Nikita dan berkata “Apa maksud kamu? Kamu jangan ngomong yang aneh-aneh. Ayo
kita pulang.”
“Gabisa. Aku uah
terperangkap disini.” bisik Fino.
“Tapi kalo gitu aku juga
dong. Aku kan di samping sama kamu.” kata Nikita cepat.
“Beda. Kamu gabakal ngerti.
Sudah sana cepat pergi.” Kata Fino tegas sambil melepaskan pegangannya.
“Tapi, tapi aku sayang sama
kamu, Fin.” ucap Nikita begitu saja tanpa dia bisa mencegah. Tapi dia tidak
malu. Dia lega bisa mengatakannya.
“Aku juga sayang sama kamu.
Sayang banget malah. Tapi disana udah ada cowo yang lebih pantes dari aku. Cowo
itu emang takdir kamu” ucap Fino tersenyum tapi di dalam mataya tersirat
kepedihan yang mndalam ketika mengatakan itu.
“Tapi….” ucap Nikita
terpotong karea tiba-tiba Fino mencium keningnya dan tiba-tiba saja dia seperti
terpental. Dan langsung membuka mata dan merasakan kedua bola matanya basah.
Mimpi itu seperti kenyataan baginya dan dia baru tersadar ketika di tangannya
dia menggenggam sepucuk surat persis seperti yang diberikan Fino dalam
mimpinya. Tambah banyak lah bulir air mata yang jatuh dari matanya.
Tepat pada saat itu lah
pesan singkat berbunyi yang isinya mengatakan dia harus pergi ke tempat kost
Fino.
Tanpa pikir panjang dia
langsung berangkat dengan membawa sepucuk surat yang diberikan Fino tanpa
mengganti bajunya terlebih dahulu, baginya masalah tentang Fino lebih penting
dari pada penampilannya.
. . . . .
.
Ketika sampai di sana keadan
sudah ramai oleh mahasiswa kampus yang rata-rata dikenalnya. Dan pecahlah
tangisan Nikita karena melihat Fino meninggal tidak wajar. Dari ujung kaki
sampai leher Fino terikat oleh kain putih seperti seprai dan ada 3 garis
seperti cakaran dari ujung pundak kiri sampai pinggang kanan. Isi lemari
berserakan semua di lantai dan posisi lemari sudah tengkurap tidak pada
tempatnya. Dan yang lebih tidak wajar di dinding yang tepat diatas kepalanya ada ceplakan
tangan kiri Fino.
Lalu Nikita juga melihat Ali
dibawa oleh polisi untuk dijadikan tersangka oleh polisi adalah Ali karena di
tubuh dan pakaian Fino banyak terdapat sidik jarinya. Alhasil Ali lah yang
dibawa ke penjara. Dan tepat ketika Nikita pingsan Anggara dan Bagas dengan
sigap menangkapnya dan membopongnya ke dalam mobil.
Tak berapa lama Nikita
siuman dan langsug saja menceritakan semua mimpi yang dialaminya pada Bagas dan
Anggara tidak peduli mereka menganggap dirinya tidak waras atau apapun yang penting
dia menceritakan dan memohon bantuan untuk mengumpulkan anak Teknik Sipil dan
Ilmu Komunikasi. Dan ternyata mereka mempercayai ceritanya dan berjani akan
membantu Nikita
. . . . .
.
Pada hari itu juga Nikita
masuk ke kelas jurusan Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil dia menceritakan
sebagian kecil saja yang dialaminya supaaya mereka penasaran dan mengatakan ada
surat yang diberikan Fino untuk mereka semua.Tentu saja disinni banyak pro dan
kontra terhadap cerita Nikita, tetapi untungya dia dibantu oleh teman-temannya
yang setia sehingga dengan tegar menceritakan itu. Alhasil tidak sedikit anak
Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil yang bergabung.
Setelah itu, sore mereka berkumpul di aula untuk mendengarkan
semua yang terjadi pada Fino dari Nikita. Nikita juga membacakan surat dari
Fino dengan didampingi oleh Anggara, begini isinya:
Terima
kasih buat teman-teman yang mau membaca dan mendengarkan surat yang saya buat
ini baik anak Teknik Sipil maupun aak Ilmu Komuikasi. Pertama-tama saya ingin
meminta maaf terhadap semua kesalahan saya terhadap kalian baik di sengaja
maupun tidak. Karena manusia tidak luput dari dosa. Terlebih lagi saya ingin
meminta maaf terhadap anak Ilmu Komunikasi karena sudah pasti saya mempunyai
banyak kesalahan terhadap kalian. Lalu ada hal yang ingin saya utarakan kepada
kalian saya mohon anak Ilmu Komunilasi dan Teknik Sipil berbaikan supaya tidak
ada dendam diantara kita, supaya tali silaturami berjalan dengan baik. Saya
benar- benar berharap kalian bisa berbaikan supaya arwah saya bisa tenang.
Kemudian yang kedua saya ingin mengatakan bahwa Ali tidak bersalah atas
pembunuhan saya, ini benar-benar di luar kuasanya. Dan biukti paling tepat
adalah ketika saya mati terbunuh dia tidak ada di kamar bersama saya melainkan
dia pindah ke kost Ail. Mohon bantuan teman-teman untuk menebusnya. Yang ketiga
saya ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada Nikita Olivia karena mau
membacakan surat ini dan sesungguhnya aku benar-benar menyayangimu tetapi
sayangnya kita sekarang telah berbeda dunia. Nikita, tidakkah kamu menyadari
bahwa ada orang yang juga sama sayangnya pada mu seperti aku menyayangimu. Dia
adalah Anggara. Sahabat kamu semenjak SMA. Mengenai berita kematian saya
biarlah ini menjadi rahaisa saya saja. Sekiranya haya itu yang dapat saya
sampaikan. Terima kasih teman-teman. Saya sayang kalian semua.
TTD
Fino Aditya
Begitu
semua mendengarkan pecahlah tangisan mereka semua dan tentu saja permusuhan
antar jurusan Teknik Sipil dan Ilmu Komunikasi dapat terselesaikan. Dan Nikita juga
sudah menemukan pendampingnya yaitu Anggara Adi.
Ya Fino ini semua terjadi berkat pengorbananmu. Walaupun kamu sudah tiada namamu tetap dikenang khususnya untuk anak Ilmu Komunikasi dan Teknik Sipil. Berita kematianmu juga sudah dipalsukan. Aku tau kamu akan menjadi bintang di langit dan disana kamu akan bersinar paling terang yang aka menerangi bumi selamanya.
No comments:
Post a Comment